REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mempertanyakan perkembangan kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.
ICW menuntut keseriusan KPK dalam penanganan kasus-kasus Nazar. "Kita meminta KPK secara serius mengusut Nazaruddin, kasus TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) juga tidak hanya di saham Garuda," kata salah satu aktivis ICW, Febridiansyah dalam jumpa pers bersama Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di kantor KPK, Jakarta, Rabu (19/6).
Febri memaparkan kedatangannya ke KPK untuk mempertanyakan keseriusan KPK dalam menuntaskan kasus-kasus Nazar. Ia menilai ada indikasi korupsi dari nilai proyek sebesar Rp 6,037 triliun di bawah Permai Grup.
Ia mempertanyakan apakah KPK hanya menyidik kasus dugaan TPPU pembelian saham Garuda. Dalam pertemuan, ia melanjutkan, pimpinan KPK mengatakan akan menangani seluruh proyek yang pernah ditangani Permai Grup.
"Pengusutan indikasi TPPU tidak hanya dengan saham Garuda tapi juga dengan semua proyek yang pernah ditangani Anugerah (Permai Grup). Ini yang sampaikan pimpinan, ini kami pegang dan kawal KPK mengawasi tuntaskan TPPU Nazar," katanya menjelaskan.
Ia juga mempertanyakan mengenai sejumlah aset yang belum disita dalam bentuk kantor sebanyak 35 anak perusahaan di bawah Permai Grup. KPK harus segera menyita kantor-kantor itu untuk mencegah adanya pengalihan kepemilikan aset.
Dalam UU TPPU, paparnya, ada tiga hal yang dapat disidik yaitu masalah pencucian uang aktif, layering atau penyembunyian atau penyamaran aset serta pencucian uang pasif. Jika KPK menerapkan TPPU, lanjutnya, ada banyak pihak yang harus disentuh.
"Kalau misalnya ada aliran dana misalnya pembiayaan kongres atau mendukung kegiatan partai, KPK punya kewajiban untuk menyentuh penerima uang, tidak peduli penerimanya orang atau korporasi. Korporasi bisa saja perusahaan, partai politik atau juga kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisir," katanya menegaskan.