REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinginnya tanggapan DPR terkait isu pemilu daerah dan nasional secara serentak disayangkan berbagai pihak. Apalagi ketika isu itu dipersepsi hanya karena masalah efisiensi semata.
Peneliti LIPI Syamsudin Haris menjelaskan, yang terpenting justru bagaimana membangun sistem politik nasional dan lokal yang efektif, sinergis, dan kondusif.
"Melalui pemilu serentak, akan terbentuk sistem pemerintahan nasional dan regional yang efektif daan berjalan searah satu sama lain," katanya, Rabu (6/3).
Guru besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti menambahkan, memisahkan pemilu lokal dengan nasional berarti tidak menghormati otonomi daerah. Karena yang terjadi, isu lokal selalu ditutup oleh isu nasional.
"Waktu pemilu nasional, orang hanya perhatian pada masalah-masalah nasional. Masalah daerah ketimpa terus," ujarnya.
Anggota komisi II DPR Agus Poernomo mengatakan sampai saat ini pemilu serentak belum disepakati secara resmi. Namun, ia menilai, wacana ini layak dipertimbangkan.
Alasannya, pilkada serentak bisa menekan pengeluaran biaya politik. Dia mencontohkan, satu pemilukada bisa mengeluarkan biaya sampai Rp 20 miliar. Maka bila dalam satu tahun digelar 500 pemilihan kepala daerah biaya yang dikeluarkan bisa mencapai Rp 20 triliun.
"Kalau serentak, bisa hemat sampai 60 persen. Totalnya mungkin hanya menghabiskan lima triliun sampai enam triliun rupiah," kata politisi PKS tersebut.