REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anas Urbaningrum melalui pengacaranya ternyata pernah mengajukan surat permohonan penghentian penyelidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat itu ditujukan atas beberapa kasus yang dilibatkan dengan mantan ketua umum Partai Demokrat tersebut.
"Saya sudah mengajukan surat permohonan perhentian penyelidikan. Karena ada konstruksinya. Tapi sepertinya lewat saja. KPK tidak mempertimbangkan itu," kata pengacara Anas, Firman Wijaya di Jakarta, Kamis (28/2) dini hari.
Surat itu diajukan karena ia menilai tak ada bukti kuat untuk melibatkan Anas dengan kasus korupsi yang selama ini disebutkan. Termasuk dalam kasus Hambalang yang telah menetapkan Anas sebagai tersangka gratifikasi.
Menurutnya, tuduhan gratifikasi itu tidak beralasan. Karena kepemilikan mobil Toyota Harier yang menjadi alasan KPK menerapkan pasal gratifikasi terjadi sebelum Anas menjabat sebagai pejabat negara. Padahal, secara perundangan pasal 11 dan 12 UU Tipikor baru bisa dikenakan terhadap pejabat negara.
"Pembelian mobil Harrier ini, semua kejadiannya, dari akad sampai mobil diserahkan, itu sebelum menjabat. Sebelum 1 Oktober. Jadi bagaimana bicaranya delik itu. Jadi jelas kontruksinya jelas," papar Firman.
Tak hanya itu, lanjut dia, Anas pun tidak mendapatkan mobil tersebut sebagai hadiah. Melainkan membelinya secara kredit. Dana yang ia keluarkan merupakan bayaran untuk uang muka pembelian mobil tersebut.
"Nazarudin bilang memberikan, itu tidak mungkin. Karena ada pembelian. Apalagi sudah dikembalikan lagi," tutur dia.