REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam draf surat perintah penyidikan (Sprindik) KPK, Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menjadi tersangka gratifikasi dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengakui untuk kasus mobil Harrier milik Anas sudah memenuhi unsur pidana gratifikasi. "Untuk kasus mobil Harrier sudah sangat memenuhi unsur," kata Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja dalam jumpa pers di kantor KPK, Jakarta, Rabu (13/2).
Draf sprindik atas nama Anas memang terkait kasus gratifikasi dalam kepemilikan mobil Harrier. Karena sudah memenuhi unsur tersebut dan menduga sudah ada gelar perkara, ia menandatangani sprindik yang ditaruh di meja kerjanya pada Kamis (7/2) malam.
Namun keesokan harinya, ia mencabut tandatangannya karena ternyata belum dilakukan gelar perkara para pimpinan. Selain itu, harga mobil Harrier milik Anas nilainya di bawah Rp 1 miliar.
Menurutnya nilai tersebut terlalu kecil untuk ditangani KPK dan mungkin levelnya bukan di KPK. "Tapi nilainya di bawah Rp 1 miliar, mungkin levelnya bukan di KPK," tegasnya.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja mengakui dokumen draf sprindik atas nama Anas Urbaningrum dengan tiga tandatangan pimpinan KPK, termasuk dirinya merupakan dokumen asli milik KPK.
Namun, Adnan berdalih penandatangan yang dilakukan pada Kamis (7/2) malam lalu karena diduga sudah ada gelar perkara yang dihadiri para pimpinan KPK.
Pada Jumat (8/2) pagi ia baru mengetahui belum ada gelar perkara tersebut dan ia pun langsung mencoret tandatangannya.
Keanehan juga terlihat dari adanya perbedaan dari dua copy draf tersebut yaitu di satu copy hanya terdapat tandatangan Ketua KPK, Abraham Samad dan di copy lainnya terdapat stempel dan paraf dari dua pimpinan yaitu Abraham Samad dan Zulkarnain.