REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Jumlah wirausaha (entrepreneur) di Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara satu kawasan, seperti Malaysia dan Thailand.. Karena itu, pendidikan dan pelatihan wirausaha dinilai perlu ditingkatkan untuk mencetak lebih banyak pengusaha baru.
Berdasarkan survei Bank Dunia pada 2008, jumlah entrepreneur di Indonesia hanya 1,5 persen dari total penduduk. Sementara, di Malaysia sudah mencapai 4 persen, Thailand 4,1 persen, dan Singapura 7,2 persen.
“Enterpreneur di semua bidang diperlukan tidak hanya di bisnis. Kita perlu leader champion yang bisa membawa perubahan dan inovasi tetapi jumlah entrepreneur di Indonesia dibanding negara lain masih ketinggalan, “ ujar Wakli Presiden Boediono di Acara Global Entrepreneurship Week Indonesia di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (12/11).
Tertinggalnya jumlah entrepreneur di Indonesia dinilai karena penciptaan unit-unit bisnis masih kurang. Penciptaan bisnis tersebut masih terhambat enam bidang yang perlu dibenahi. Enam bidang tersebut termasuk ketertiban hukum dan aturan main yang jelas, stabilitas ekonomi, infrastruktur, dan regulasi.
Bidang perbankan dan tenaga kerja dinilai juga berpengaruh terhadap penciptaan bisnis baru di Indonesia. Tersedianya layanan finansial dari perbankan, kata Wapres, akan sangat memengaruhi ruang bagi perkembangan entrepreneurship.
Sementara itu, ketersediaan tenaga kerja yang terlatih masih perlu dipenuhi. “Bidang tenaga kerja banyak mendapat complain dari industri atau bisnis yang memerlukan. Ini tentu perlu kita perhatikan karena bisa menjadi hambatan, “ ungkapnya.
Pengusaha Properti, Ciputra menilai sedikitnya jumlah entrepreneur di Indonesia karena terlalu lama mengalami masa penjajahan. Karena itu, Indonesia terhitung masih menjadi bangsa yang baru.
“Sepuluh tahun lalu, (jumlah entrepreneur) masih 0,12 persen. Sekarang World Bank sudah katakana 1,5 persen, itu loncatan yang luar biasa, “ ungkapnya.