Selasa 25 Sep 2012 19:13 WIB

Prostitusi Kabupaten Bekasi Diduga Beromzet Miliaran

Rep: Rr. Laeny Sulistyawati / Red: Djibril Muhammad
Prostitusi - ilustrasi
Foto: Antara
Prostitusi - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Meski terlarang, bisnis prostitusi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat tidak pernah mati. Bisnis esek-esek ini justru tumbuh subur dan diduga memiliki omzet hingga puluhan miliar rupiah tiap bulannya.

Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Sehati, LSM yang memiliki perhatian pada pemberdayaan masyarakat, Iswan Deni Herawan mengatakan saat ini ada 24 titik prostitusi tempat pelacuran yang tersebar di seluruh Kabupaten Bekasi, di antaranya di Cibitung, Kedung Waringin, sampai Cikarang Pusat.

"Itu belum termasuk tempat pelacuran yang berada di tempat-tempat hiburan malam," ujar Iswan kepada Republika, Selasa (25/9).

Tidak hanya prostitusi di tempat khusus, menurut penelusuran Iswan, titik prostitusi juga berada di pinggir jalan, seperi Jalan Diponegoro, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi, sampai Kampung Utan, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi.

"Titik prostitusi terbesar pada pekerja seks di tempat hiburan malam, seperti kafe, tempat karaoke, sampai diskotek," ungkap Iswan.

Sedangkan total jumlah Pekerja Seks (PS) yang diketahui pihaknya yaitu sebanyak 4.500 PS. "Itu belum ditambah dengan PS yang baru," tutur Iswan.

Iswan menambahkan, sebanyak 30 persen PS tersebut berasal dari penduduk Kabupaten Bekasi. Sisanya berasal daerah Jawa Barat lainnya, yaitu dari Kabupaten Karawang, Indramayu, dan Subang. Ironisnya, hampir 70 persen keluarga PS di luar Kabupaten Bekasi tidak mengetahui kalau dia bekerja sebagai PS.

"Sedangkan PS yang berasal dari Kabupaten Bekasi mengatakan kalau dia bekerja di pabrik daerah Kabupaten Bekasi," tutur Iswan.

Sementara usia para PS tersebut, tambah Iswan, berkisar antara 17 sampai 25 tahun. Iswan menjelaskan, menurutnya ada beberapa alasan mengapa para PS tetap terjun di bisnis haram ini. "Pertama karena faktor ekonomi, kemudian berasal dari keluarga yang bermasalah, dan hobi," ucap Iswan.

Karena titik-titik prostitusi yang tersebar ini, Iswan memperkirakan omzet bisnis ini sedikitnya puluhan miliar tiap bulan. "Katakan saja satu PS memiliki satu 'tamu' dengan tarif Rp 100 ribu, padahal jumlah PS ada 4.500 orang, maka satu bulan dapat mencapai sedikitnya Rp 13 miliar," tutur Iswan.

Iswan mengaku temuan ini telah dilaporkannya ke Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bekasi. "Kami telah melakukan advokasi ke pemda, yaitu wakil bupati, Kesejahteraan rakyat, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bekasi, dan Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bekasi," ucap Iswan.

Memang, tambah Iswan, Pemda mengatakan bisnis tersebut dihapuskan saja, seperti adanya Dinkes, dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), tetapi itu menjadi dua sisi bagi dia.

"Tetapi di sisi lain, pihak tempat pelacuran melapor kepada kami kalau ada pungutan liar (pungli) dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP, kepolisian ketika patroli, sampai Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang menaruh proposal pembangunan ke lokasi pelacuran itu," ujar Iswan.

Bahkan, tambah Iswan, ada kelurahan yang menerima uang dari lokasi pelacuran itu. Saat ini LSM yang dipimpin Iswan hanya dapat mendampingi para PS dengan memberi konsultasi untuk keluar dari jeratan dunia hitam ini.

Iswan berharap ada pihak-pihak yang dapat mengentaskan PS dari dunia prostitusi, seperti pasangan PS. "Selain itu pemerintah tidak main dua sisi, di satu sisi mendukung, tetapi di sisi lain tidak mendukung pengentasan, seperti pungli," kata Iswan.

Uswan juga berharap pemda memiliki program untuk melatih, dan menyalurkan ke dunia kerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement