REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap permohonan uji materi UU Nomor 8/2012 tentang Pemilu dianggap menerapkan prinsip keadilan subtantif maupun keadilan prosedural. Penilaian itu muncul dari Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia.
’Putusan itu menegakkan pentingnya keadilan prosedural yang berjalan melalui verifikasi semua parpol yang akan mengikuti pemilu,’’ kata Kordinator KIPP Indonesia, Girindra Sandino, kepada Republika, Rabu (30/8).
Ia menilai putusan tersebut menunjukkan wibawa dan otoritas MK dalam melawan konsensus politik di parlemen. Termasuk hegemoni partai politik parlemen yang mencoba mengawetkan status quo politik.
Putusan MK, ujarnya, tdak akan mengganggu jadwal, program, dan tahapan pemilu yang sudah ditetapkan KPU. Pasalnya peraturan yang disiapkan penyelenggar apemilu termasuk untuk verifikasi administrasi dan faktual.
Syarat verifikasi pemilu mendatang, justru menurut dia, merupakan syarat yang terberat. Berdasarkan estimasi Sigma, partai harus memiliki 2.236 kepengurusan di seluruh Indonesia. Terdiri atas pengurus di tingkat pusat, 33 pengurus di tingkat provinsi, 367 pengurus cabang di kabupaten/kota dan 1.835 pengurus ranting di kecamatan.
‘’Untuk persyaratan keanggotaan yang bila dihitung sederhana dengan pilihan seribu anggota per kabupaten/kota, misalnya, maka parpol harus memiliki kader sebanyak 367 ribu di seluruh Indonesia,’’ papar dia.
Ia pun melihat, ketatnya syarat itu dapat menjadikan 2014 sebagai pemilu dengan jumlah peserta paling sedikit sepanjang sejarah reformasi.