REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perseteruan Polri dan KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) dikhawatirkan hanya akan menguntungkan para koruptor yang beroperasi.
Hal itu diungkapkan Koordinator Pelaksana Harian Masyarakat Transparansi Indonesia, Jamil Mubarok, dalam dialog yang diselenggarakan di DPD di Jakarta, Jumat (10/8). "Perlu diwaspadai yang 'menangguk' untung dari perseteruan ini adalah koruptor yang beroperasi," ujar Jamil.
Dia mengatakan perseteruan itu seperti ada "skenario" untuk menghindarkan diri dari kewajiban yang ada. Hal itu bisa dilihat dari mandat yang diemban KPK, namun dialihkan ke sengketa kewenangan. "Dalam perseteruan ini, polisi seperti membela diri. Ada yang kejanggalan dalam hal ini," tambah dia.
Kisruh yang terjadi antara KPK dan Polri terpantik saat keduanya sama-sama menyidik dan menetapkan tersangka kasus simulator ujian SIM. Polri berkeras tetap melakukan penyidikan karena mengaku telah menyelidiki hal ini sebelumnya.
KPK lebih dulu menetapkan mantan Kepala Korlantas Polri Irjen (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka pada 27 Juli 2012.
Baik Polri maupun KPK memiliki tiga tersangka yang sama, yakni Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek. Sedangkan dua lainnya adalah pemenang tender,yakni Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan saksi kunci dalam perkara itu, yakni Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukoco S Bambang.
Polri juga menetapkan Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan sebagai Ketua Pengadaan dan Komisaris LGM sebagai Bendahara Korlantas.