Ahad 08 Apr 2012 18:25 WIB

Salah Tafsir, Sebabkan Kontroversi UU Perkawinan

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Dewi Mardiani
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontroversi yang berkembang dengan adanya Undang-Undang (UU) Perkawinan dianggap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, karena ada kesalahan pemahaman dan penafsiran. Menurut Mahfud, penilaian itu muncul karena cara pandang yang dilihat tidaklah dari sudut hukum. "Jadi banyak yang salah paham," ungkapnya, Ahad (8/4).

Menurut Mahfud, ada lembaga otoritas di Indonesia ini menganggap hubungan keperdataan adalah hubungan nasab. Hubungan keperdataan yang lahir dari pernikahan yang sah, jelas dia, merupakan nasab.

Untuk yang lahir dari perzinahan, perkosaan, bayi tabung, atau kloning bukanlah nasab, melainkan masuk dalam Pasal 1365 Perdata, "Atau pasal-pasal lain yang banyak bertebaran di kitab UU Hukum Perdata. Karena itu banyak pihak lainnya salah paham," kata dia.

Mahfud mencontohkan jika anak yang lahir dari hasil perzinahan, pemerkosaan, bayi tabung, atau kloning diajukan ke peradilan untuk hubungan nasab, maka hal itu pasti ditolak. Menurut dia, prospek hukum MK tidaklah melanggar aturan agama, tapi malah melindungi segi-segi konstitusi. "Orang-orang belum paham, tapi sudah ribut," ujarnya.

Hal tersebut jugalah yang dijelaskan Mahfud ketika berkunjung ke Pondok Pesantrean Tebuireng, Sabtu (7/4). Sebelumnya, kata Mahfud, para pengasuh Ponpes NU itu juga menganggap apa yang telah diputus MK dalam UU Perkawinan menyalahi aturan agama. "Tapi ketika dijelaskan, mereka malah meminta MK untuk mensosialisasikan aturan tersebut," kata Mahfud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement