REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dilakukan pemerintah sebanyak empat kali itu dinilai keluar dari kebutuhan.
Selain itu, menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, amandemen yang telah dilakukan itu juga mengandung syahwat politik dan tidak sesuai dengan konteks budaya Indonesia.
Hasil akhirnya, ujarnya, akan berdampak pada masyarakat, sebab diajarkan demokrasi mengedapankan kebebasan tanpa dibentengi aturan. "Semua menjadi liberal," kata Din, usai memberikan materi Mencermati Perjalanan Amandemen UUD 1945, pada acara 'Pekan Konstitusi UUD 1945, Amandemen, dan Masa Depan Bangsa', di Sekretariat International Conference of Islamis Scholars (ICIS), di Jakarta, Senin (30/1).
Kendati memiliki kelebihan, tapi menurut dia lebih banyak kelemahannya. Karena itu, imbuhnya, perlu sekali dilakukan amandemen yang berdasar pada cita-cita nasional bangsa yang telah tercermin pada Pembukaan UUD.
Selain itu, sambung dia, amandemen juga harus berdasar pada keadaan sosial budaya yang ada. Sehingga demokrasi yang akan dibangun adalah demokrasi asal Indonesia. "Bukan titipan asing," ungkap Din.