REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Selama ini sejumlah pihak menilai KPK diberikan kewenangan yang berlebih hingga bisa memonopoli penanganan kasus korupsi. Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak menilai demikian.
Menurut Peneliti ICW, Febridiansyah, dari 45.301 laporan dugaan korupsi yang masuk ke KPK periode 2004-2010, KPK hanya menangani sebanyak 2.849 kasus atau 6,36 persen. Dari laporan itu sebanyak 7.183 atau 16,03 persen sudah terindikasi korupsi.
"Sedangkan sebanyak 4.334 kasus atau 9.67 persen sudah diteruskan ke instansi penegak hukum lainnya. Jadi KPK tidak memonopoli penanganan kasus korupsi yang berdasarkan laporan masyarakat," ujar Febri saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui Koordinasi dan Supervisi yang diadakan oleh ICW bekerjamasama dengan UNODC di Jakarta, Kamis (27/10).
Oleh karena itu, Febri menyatakan kalau ada pihak-pihak yang menyebut KPK monopoli, patut dipertanyakan. Apakah mereka sudah mengetahui tentang data-data tersebut.
Menurut Febri, jika laporan-laporan korupsi itu bukan masuk wilayah kewenangan KPK, maka lembaga ad hoc itu kemudian meneruskan ke 7 lembaga penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan, Kepolisian, Itjen dan LPND, BPKP, BPK, Bawasda dan MA.
"Mayoritas diserahkan ke kepolisian dan kejaksaan," kata Febri. Namun,pertanyaannya bagaimana tindak lanjut penanganan kasus-kasus yang diteruskan itu?," kata Febri.