REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai pemerintah pusat tidak memiliki alasan yang jelas dalam membeli tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara.
Dari analisis keuntungan uang dan manfaat sosial, pemerintah tidak mendapat keuntungan besar. Oleh karenanya, divestasi tersebut merupakan skenario Newmont agar Pemda tidak jadi pemilik saham mayoritas. "Dari analisa atas biaya dan manfaat sosial, ini dua-duanya tidak jelas," kata Ichsanuddin, Selasa (17/5).
Dia menilai, pembelian tujuh persen saham oleh pemerintah pusat merupakan bentuk intervensi Newmont agar bisa terus berkuasa. Hal itu dilakukan dengan mencegah penguasaan saham besar-besaran oleh Pemda.
Pada Jumat (6/5), pemerintah pusat akhirnya resmi memiliki tujuh persen saham Newmont. Pembelian saham itu diresmikan dalam penandatanganan perjanjian jual beli (sale purchase agreement/SPA) antara Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dengan Nusa Tenggara Partnership BV.
Divestasi dilakukan agar ada 51 persen porsi saham Indonesia di Newmont. Divestasi 24 persen saham Newmont telah dilaksanakan pada 2009 oleh pemerintah daerah melalui PT Multi Daerah Bersaing, yakni perusahaan patungan antara PT Daerah Maju Bersaing (BUMD Pemprov NTB). Kemudian, 20 persen melalui PT Pukuafu. Newmont menguasai 28,44 persen saham NNT dan 20,56 persen dimiliki Sumitomo
Menanggapi pembelian saham itu, Gubernur NTB M Zainul Majdi dan Ketua DPRD Provinsi NTB Lalu Sudjirman menemui Menkeu Agus Martowardojo di Kementerian Keuangan pada Senin (9/5). Mereka tetap meminta pemerintah agar tujuh persen saham Newmont menjadi milik daerah.