REPUBLIKA.CO.ID, TRENGGALEK-- Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-Jawa dan Madura menyatakan adegan hipnotis ala infotainmen yang ditayangkan sejumlah televisi swasta nasional hukumnya haram. Keputusan tersebut diambil FMPP dalam "Bahtsul Masail" ke-22 di Pondok Pesantren Darussalam, Dusun Jajar, Desa Sumbergayam, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, Kamis.
Forum diskusi keagamaan yang diikuti santri dari 200 pondok pesantren se-Jawa dan Madura tersebut sebenarnya tidak memvonis seluruh praktik hipnotis terlarang secara syariat Islam. Namun, khusus untuk tayangan yang mengumbar cerita kemaksiatan pribadi maupun orang lain dan dipertontonkan sebagai hiburan, seperti banyak ditayangkan melalui acara infotainmen, praktik hipnotis itu sepenuhnya menjadi perbuatan yang diharamkan.
"Hukum menyetujui untuk dihipnotis dan merelakan apa yang terjadi untuk ditayangkan adalah haram, apabila saat seseorang terhipnotis melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti menceritakan kemaksiatan dan 'ifsya'ussirri' (membuka rahasia) yang dipertontonkan sebagai hiburan," kata Saiful Anwar, anggota tim perumus ("mustasyar") kepada wartawan.
Secara umum, hasil rumusan "Bahtsul Masail" membedakan praktik hipnotis dalam dua perspektif. Di satu sisi, hipnotis bisa dinyatakan legal (halal) sebagaimana syariat Islam apabila menggunakan teknik hipnotis modern yang biasanya mengakibatkan dampak seperti tidur atau terjaga tetapi berada di bawah sadar.
Namun sebaliknya bila hipnotis menggunakan cara-cara tradisional seperti sihir dan gendam, maka permainan alam bawah sadar yang bisa dikendalikan seorang ahli kepada orang lain dinyatakan terlarang secara hukum fikih.
"Hipnotis pada dasarnya tidak diharamkan asal menggunakan cara-cara yang benar. Tetapi hipnotis yang legal ini pun bisa menjadi haram jika digunakan untuk melakukan hal-hal yang diharamkan seperti disebut di atas (kemaksiatan dan 'ifsya'ussirri')," kata Agus Said Ridwan, tim perumus lain menambahkan.
Keduanya lalu mencontohkan acara atau tayangan hipnotis di sebuah stasiun televisi swasta yang berjudul "Uya Memang Kuya". Menurut Saiful dan Said, teknik hipnotis yang dilakukan Uya Kuya sebenarnya tidak salah atau menyalahi aturan secara hukum fikih. Akan tetapi, produk acara berlatar infotainmen tersebut secara keseluruhan menjadi haram hukumnya lantaran banyak mengumbar sisi pribadi dari subjek terhipnotis.
"Meskipun pihak terhipnotis menyetujui dan tayangan telah diedit, hal ini tidak bisa dibenarkan," kata keduanya. Disinggung mengenai keputusan hasil "Bahtsul Masail" yang sering dianggap meresahkan, seperti fatwa haram facebook, "rebonding", foto "preweding", Ketua FMPP Pusat Agus Abdul Mu'id Shohib mengatakan, hasil keputusan dalam kegiatan tersebut sifatnya memberi pencerahan kepada masyarakat luas mengenai hukum syariat yang benar.
"FMPP justru mengajak masyarakat menyinergikan hukum agama dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum memutuskan sebuah hukum, FMPP juga memandang aspek ekonomi, sosial, dan lain-lain. Perihal ada yang protes, saya kira itu bisa dimaklumi. Mungkin karena mereka belum mengetahui hukum agama yang benar sehingga begitu mendengar, mereka langsung kaget," katanya.