Rabu 17 Dec 2025 07:55 WIB

'Alhamdulillah tidak Perlu Mengeluarkan Uang untuk Membeli Sarapan Lagi'

Orang tua bisa menghemat pengeluaran sehari-hari setelah program MBG diluncurkan.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Mas Alamil Huda
Wali siswa mengecek kualitas hidangan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 01 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wali siswa mengecek kualitas hidangan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 01 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diselenggarakan oleh pemerintah telah membawa dampak positif bagi masyarakat, terutama bagi orang tua siswa. Mereka mengaku bisa menghemat pengeluaran sehari-hari setelah program tersebut diluncurkan.

Salah satu contohnya adalah Selamet Hidayat (45 tahun), seorang warga di Desa Dermayu, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Ia memiliki dua anak yang bersekolah di salah satu SD negeri di Kelurahan Lemahmekar, Kecamatan Indramayu.

Baca Juga

Selamet mengungkapkan, sebelum adanya program MBG, setiap pagi ia harus mengeluarkan uang untuk membeli sarapan bagi anak-anaknya. Ia menyebutkan, uang untuk membeli sarapan itu sebesar Rp 15 ribu per hari.

“Sarapannya kadang nasi kuning, kadang nasi lengko (makanan khas Indramayu),” kata Selamet kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Namun setelah adanya MBG, lanjut Selamet, anak-anaknya yang bernama Fatih (12) yang duduk di bangku kelas 6 SD dan Aqila (7) yang masih kelas 1 SD, memilih untuk sarapan dengan menyantap MBG di sekolah mereka. Pasalnya, MBG dibagikan saat jam pertama sekolah atau sekitar pukul 09.00 WIB.

“Jadi MBG itu pengganti sarapan. Alhamdulillah tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli sarapan lagi. Jadi lebih hemat,” terang Selamet.

Selamet mengaku tidak mengetahui menu makanan yang diterima anak-anaknya dalam program MBG. Pasalnya, pihak sekolah tidak memberikan informasi mengenai hal tersebut kepada para orang tua siswa.

Namun, Selamet yakin menu MBG yang diterima oleh anak-anaknya merupakan makanan yang mengandung gizi yang cukup. Pasalnya, di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menyalurkan MBG telah ada ahli gizinya.

Sedangkan untuk makan siang, lanjut Selamet, kedua anaknya akan makan siang di rumah. Pasalnya, anaknya yang duduk di kelas 1 SD pulang sekolah pukul 10.30 WIB dan anaknya yang kelas 6 SD pulang sekolah pukul 12.00 WIB.

Selamet mengatakan, anak-anaknya sejauh ini menyukai MBG yang mereka terima. Hanya saja, anaknya yang kelas 1 SD tidak menyukai telur ayam. Karenanya, jika MBG menyajikan lauk telur ayam, maka telur tersebut tidak akan dimakan.

“Jadi telurnya dibawa pulang. Makanya dari rumah selalu bawa kotak makan kosong untuk wadah jika ada makanan yang tidak disukai. Biar tidak mubazir,” tuturnya.

Selamet sangat berterima kasih atas program MBG yang telah membantu meringankan beban pengeluaran sehari-harinya. Meski diakuinya, peristiwa keracunan makanan MBG di daerah lain juga sempat membuatnya khawatir.

Untuk itu, ia sudah memberikan edukasi kepada anaknya mengenai ciri-ciri makanan basi sebagai langkah pencegahan. Namun sejauh ini, tidak pernah ada kejadian keracunan makanan di sekolah anaknya.

“Saya berharap program ini dapat terus berlanjut karena memberikan manfaat yang besar, baik bagi anak maupun orang tua,” ucap Selamet.

Hal senada diungkapkan salah satu orang tua siswa di Kelurahan Margadadi, Kecamatan Indramayu, Sri (43). Anaknya yang duduk di kelas VII salah satu SMP swasta di Desa Pekandangan Jaya, Kecamatan Indramayu juga setiap hari menerima MBG di sekolahnya.

Sri mengatakan, anaknya setiap hari sekolah hingga pukul 15.30 WIB. MBG tersebut dibagikan kepada para siswa saat jam istirahat kedua atau sekitar pukul 12.00 WIB.

“Walau anak pulangnya sore, saya merasa lebih tenang karena makan siangnya ada MBG,” terang Sri.

Sri mengatakan, saat anaknya dulu masih duduk di bangku kelas 6 SD, setiap hari ia kerepotan harus mengantarkan makan siang untuk anaknya di sekolah. Jika tidak sempat memasak, maka ia akan membeli makanan matang sebagai bekal anaknya.

“Sekarang ada MBG jadi lebih menghemat pengeluaran dan tidak perlu repot mengantarkan makanan untuk anak ke sekolahnya,” kata Sri.

Sri pun mengaku sempat khawatir dengan maraknya peristiwa keracunan makanan yang terjadi di sejumlah daerah. Karena itu, ia pun berpesan kepada anaknya untuk teliti memeriksa kondisi makanan. Namun selama ini, belum pernah ada keracunan makanan di sekolah anaknya.

“Ya semoga jangan sampai terjadi keracunan. Karena itu saya berharap pihak SPPG selalu memperhatikan kualitas dan kondisi makanan yang disajikan kepada anak-anak,” ungkapnya. 

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement