Kamis 13 Nov 2025 14:07 WIB
Wawancara Khusus Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Prof Jimly Asshiddiqie.

'Polisi, Hakim, Advokat, Kejaksaan, KPK; Ini Bermasalah Semua'

Presiden menghendaki evaluasi menyeluruh ekosistem penegakan hukum.

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie saat sesi wawancara khusus dengan Republika di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Foto: Edwin Putranto/Republika

Oleh: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekian tahun belakang, institusi kepolisian seperti jadi gudang kekecewaan masyarakat. Oknum demi oknum, dari tamtama sampai perwira tinggi kedapatan melakukan pelanggaran hukum. 

Baca Juga

Presiden Prabowo gemas juga, terlebih setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menyusul kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan di bawah kendaraan Brimob. Ia kemudian membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dilantik pekan lalu. 

Selasa (11/11/2025), Republika mendapat kesempatan duduk berbicara dengan Prof Jimly Asshiddiqie yang ditunjuk mengetuai komisi tersebut. Menanyakan bagaimana kerja mereka nantinya? Mengapa ada unsur kepolisian dalam komisi itu? Apa yang bisa diharapkan dari rekomendasi reformasi kepolisian nantinya? Berikut petikan wawancaranya.

Pertama-tama, Prof Jimly secara pribadi pernah tidak punya persoalan dengan kepolisian gitu yang kira-kira menggambarkan mereka punya ketidakprofesionalan?

Secara pribadi gitu kayaknya nggak ada ya. Karena dulu saya lama mengajar di PTIK (sekarang Sekolah tinggi Ilmu Kepolisian). Kayaknya ada sepuluh tahun kali ya. Nah, jadi banyak itu perwira-perwira yang yang  juga mahasiswa saya. Tapi sudah 10 tahun 15 tahun terakhir pensiun.

Banyak orang yang penasaran ini, Prof, sebenarnya nanti kerjanya Komisi Percepatan Reformasi Polri ini seperti apa?

Ya, pokoknya targetnya ditugasi oleh Presiden Komisi ini adalah komisi yang serius. Tecermin di anggotanya dan juga sesudah pelantikan Presiden memberi arahan yang sangat serius gitu ya, dalam rangka menata sistem bernegara kita. Bukan hanya polisi sebetulnya. Beliau pikirannya itu jauh lebih luas ya. Misalnya beliau menyebut juga komisi-komisi negara antara lain yang disebut oleh beliau, misalnya Ombudsman. Jadi intinya banyak yang harus dibenahi sistem negara kita ini. Bukan hanya sistem politik tapi juga ekonomi. Bagaimana ekonomi kita terlalu liberal.

photo
Kapolri yang juga anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan pers usai melakukan rapat perdana di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/11/2025). - (Republika/Prayogi)

Nah, ini harus ditopang oleh upaya reformasi. Tapi ya tentu kita mulai dengan bagaimana ini reformasi dunia kehakiman. Yang paling depan di antaranya itu urusan kepolisian yang kebetulan ini muncul waktu kemarahan emosional dari publik bulan Agustus yang lalu.

Tecermin di banyaknya kantor polisi dibakar. Tapi sebetulnya ini adalah dalam tanda petik gitu ya. Ini sebab-akibat saja polisi ini kena getah dari perasaan umum yang kecewa dan kekecewaan itu juga tercermin misalnya dibakarnya kantor DPRD provinsi/kota Makassar begitu juga di NTB di Jogja itu. Kan itu artinya ada masalah dalam sistem perwakilan rakyat kita bukan hanya kepolisian.

Jadi saluran aspirasi rakyat itu terhambat, tersumbat. Mandat rakyat yang sudah dihasilkan melalui pemilu. Jadi formalistik demokrasinya itu ya kan, tapi aspirasi substantifnya tidak tersalur. Nah, maka kemarin tercermin di amuk massa.

Itu di satu segi. Segi yang lain yang paling depan ini polisi.  Jadi, polisi ini kena getah karena dia harus berhadapan langsung dengan masyarakat. Ada juga  kasus-kasus kekeliruan misalnya siapa yang meninggal tuh kan. Pengemudi di ojek online itu.

Unjuk rasa di mana-mana, akibat sampingannya kan  kebakaran, harta benda  adan korban jiwa. Kejadian-kejadian yang kemudian jadi getah bagi lembaga kepolisian.

photo
Sejumlah pengunjuk rasa terlibat bentrokan dengan anggota kepolisian saat aksi 28 Agustus 2025 di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/8/2025). - (Republika/Prayogi)

Nah, tapi presiden dengan responsif dia menerima masukan apalagi dari Gerakan Nurani Bangsa, tokoh-tokoh bangsa. Beliau cepat mengambil keputusan: “Ya sudah kita bikin reformasi.”

Nah, tapi reformasi kepolisian ini tentu  harus dibaca sebagai komitmen presiden untuk pembenahan lebih menyeluruh. Bukan hanya ee lembaga kepolisian, tetapi semua, hanya kita mulai dari sini.

Dan pihak polisi sendiri pun tidak perlu merasa dipersalahkan dengan ide reformasi ini. Karena kalau dilihat objektif itu polisinya jadi korban aja dari situasi situasi kemarahan publik yang tidak terkendali. Ya korbannya kantor polisi gitu loh. 

Nah, jadi ini sekadar momentum untuk kita pakai untuk melakukan upaya perbaikan sistemik mulai dari polisi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement