REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Diplomat senior Eropa, Arab dan negara mitra lainnya akan bertemu di Paris pada Kamis untuk membahas transisi di Gaza. Pertemuan ini juga digelar untuk mengoordinasikan upaya internasional mendukung gencatan senjata permanen. Demikian menurut sumber diplomatik Prancis kepada Anadolu, Rabu (8/10).
Pertemuan itu bertujuan untuk memastikan dukungan atas rencana AS yang diusulkan Presiden Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza dan menetapkan parameter utama pada hari setelahnya. Di antaranya termasuk stabilisasi, rekonstruksi, dan tata kelola daerah kantong Palestina tersebut.
Topik yang dibahas meliputi pembentukan pasukan stabilisasi internasional, pembentukan struktur pemerintahan transisi untuk Gaza, meningkatkan distribusi bantuan kemanusiaan dan upaya rekonstruksi, perlucutan senjata Hamas, dan penguatan Otoritas Palestina dan pasukan keamanannya.
Menurut para sumber, rapat tersebut akan diadakan dalam koordinasi erat dengan AS juga Israel dan akan dimulai pada pukul 17.00 waktu setempat.
Pertemuan ini didasarkan pada inisiatif Prancis-Saudi untuk solusi dua negara, yang menghasilkan Deklarasi New York dan membuka jalan bagi penerapan rencana Amerika Serikat tersebut.
Kelompok Lima Negara Eropa, yang terdiri dari Prancis, Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol, akan berpartisipasi, bersama dengan Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri.
Mereka akan bergabung dengan kelompok Lima Negara Arab, yaitu Mesir, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yordania - serta Indonesia, Kanada, dan Turki.
Hamas dan Israel telah mengadakan negosiasi tidak langsung di Mesir sejak Senin dalam upaya mencapai kesepakatan untuk mengakhiri dua tahun serangan Israel di Gaza.
Pada 29 September, Trump meluncurkan proposal 20 poin yang mencakup pembebasan semua tawanan Israel dengan imbalan tahanan Palestina, gencatan senjata, perlucutan senjata Hamas, dan pembangunan kembali Gaza. Hamas pada prinsipnya menyetujui rencana tersebut.
Militer Israel telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Pengeboman tanpa henti oleh Israel telah membuat daerah kantong Palestina itu tidak layak huni, menyebabkan pengungsian massal, kelaparan, dan penyebaran penyakit.
View this post on Instagram