REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan penyelenggara perjalanan ibadah haji, yaitu Kementerian Agama (Kemenag) melakukan jual beli kuota yang diperuntukan bagi petugas haji. Kuota petugas itu ditawarkan untuk dibayar lewat jalur haji khusus.
KPK menyebut, kuota itu seharusnya digunakan bagi petugas medis dan pendamping selama ibadah haji. "PIHK (pelaksana ibadah haji khusus) ini kemudian menjual kuota yang seharusnya khusus untuk petugas haji, diperjualbelikan kepada calon jamaah (haji khusus) lainnya," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Menurut Budi, pemerintah sebenarnya mengalokasikan kuota petugas haji kepada biro jasa perjalanan. Kuota tersebut di luar tim petugas yang disiapkan negara. Tujuannya demi memastikan kesehatan dan keamanan jamaah haji. Tetapi, kuota itu malah dipermainkan demi meraup keuntungan.
"Ini kan ada paketannya, jadi setiap kuota berapa itu kan ada jatahnya. Kuota misalnya 40 atau 50 begitu harus ada pendamping-pendampingnya, harus ada petugasnya," ucap Budi.
KPK menyatakan tanggung jawab penyediaan petugas haji khusus mestinya berada di tangan PIHK. Pasalnya, pemerintah menyiapkan petugas bagi jemaah haji reguler. "Itu artinya supaya pelayanan dari penyelenggara ibadah haji ini bisa betul-betul kita berikan yang terbaik bagi jamaah Indonesia," ujar Budi.
Selain itu, KPK menegaskan aksi culas itu berpengaruh terhadap pelaksanaan haji karena menurunkan jumlah petugas yang seharusnya membantu jamaah haji. "Petugas haji menjadi secara kuantitas jumlahnya berkurang. Tentu ini akan berdampak pada kualitas pelayanan haji itu sendiri," kata Budi.
KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.
KPK menyebut, setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara itu mencapai lebih Rp 1 triliun.