Rabu 01 Oct 2025 16:58 WIB

Diminta Ikut Tanggung Jawab MBG, P2G: Tugas Guru Mengajar, Bukan Pertaruhkan Kesehatan

Pelibatan guru dalam MBG dianggap bisa ganggu proses belajar mengajar.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Wali siswa mengecek kualitas hidangan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 01 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). SDN Pejaten Barat 01 Pagi mengambil langkah antisipatif dengan melibatkan komite orang tua murid untuk mengawasi proses pendistribusian MBG dari dapur SPPG hingga mengecek kualitas makanan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wali siswa mengecek kualitas hidangan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 01 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025). SDN Pejaten Barat 01 Pagi mengambil langkah antisipatif dengan melibatkan komite orang tua murid untuk mengawasi proses pendistribusian MBG dari dapur SPPG hingga mengecek kualitas makanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menolak guru dijadikan penanggung jawab Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah. P2G memandang kebijakan malah menambah beban guru yang sudah bertumpuk.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri menyatakan kebijakan BGN adalah bentuk lepas tangan terhadap kasus-kasus keracunan MBG yang akhir-akhir ini makin marak terjadi.

Baca Juga

“Terbitnya SE ini patut diduga BGN mencoba lepas tangan dari tanggungjawab terhadap fenomena keracunan MBG di sekolah," kata Iman kepada wartawan, Rabu (1/10/2025).

Iman menegaskan pelibatan guru secara teknis dalam distribusi MBG di sekolah sangat mengganggu proses belajar mengajar. Sebenarnya sejak Mei 2025, P2G sudah memberikan saran agar MBG dihentikan sementara mengingat kasus keracunan terus terjadi.

“Bayangkan, pertama MBG datang, guru harus menalikan ulang agar bisa diangkut ke tiap kelas, kemudian guru-guru harus mencicipinya terlebih dahulu, mengawasi agar langsung dimakan murid, dan membereskannya kembali. Jika wadahnya hilang, sekolah justru harus mengganti,” ujar Iman.

Menurut Iman, guru mencicipi MBG memiliki dua konsekuensi. Pertama, guru tidak memiliki kemampuan mendeteksi makanan beracun karena bukan tugas guru. Kalau deteksi itu dengan cara mencicipi, maka itu sama dengan mempertaruhkan nyawa guru. Konsekuensi kedua, membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja guru.

"Pekerjaan guru adalah mengajar, bukan mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan kerja," ujar Iman.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement