Rabu 24 Sep 2025 21:19 WIB

KPA Nilai Reforma Agraria Sebatas Jargon, DPR Janji Bentuk Pansus

Perlu lembaga khusus reforma agraria yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Pengunjuk rasa mengikuti aksi Hari Tani Nasional ke-65 di Kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Rabu (24/9/2025). Aksi yang diikuti oleh petani dari berbagai daerah tersebut menuntut pemerintah untuk mewujudkan reformasi agraria demi kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan bagi rakyat. Selain itu mereka meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik agraria di Indonesia secara menyeluruh dan menghentikan segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi dalam penyelesaian konflik agraria.
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjuk rasa mengikuti aksi Hari Tani Nasional ke-65 di Kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Rabu (24/9/2025). Aksi yang diikuti oleh petani dari berbagai daerah tersebut menuntut pemerintah untuk mewujudkan reformasi agraria demi kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan bagi rakyat. Selain itu mereka meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik agraria di Indonesia secara menyeluruh dan menghentikan segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi dalam penyelesaian konflik agraria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Sartika menuntut DPR dan pemerintah membentuk lembaga khusus guna menjamin pelaksanaan reforma agraria. Dewi tak ingin reforma agraria sebatas jargon belaka tanpa kerja nyata. 

Hal itu disampaikan Dewi saat mengikuti pertemuan dengan DPR RI pada Rabu (24/9/2025). Pertemuan itu bertepatan dengan peringatan Hari Tani yang jatuh pada hari ini. 

Baca Juga

"Bapak Dasco, Pak Saan, kemudian Pak Cucun, kami menginginkan ada kelembagaan khusus untuk menjalankan reforma agraria," kata Dewi dalam pertemuan itu. 

Dewi memandang usulan kelembagaan serupa pernah diutarakan sejak era Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. Tapi, saat itu usulan itu tak berbuah hasil. Usulan tersebut mengalami nasib serupa di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo. 

"Terbukti bahwa kelembagaan gugus tugas reforma agraria yang sekarang itu tidak jalan. Sedikit sekali yang jalan, tapi lebih banyak yang tidak jalan," ujar Dewi.

Dewi memandang diperlukan lembaga menyangkut reforma agraria yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Dewi mengusulkannya bernama Badan Pelaksanaan Reforma Agraria. Dewi meyakini lembaga itu mestinya lebih kuat dari segi wewenang dan punya kerangka acuan waktu yang jelas.

"Memang perlu ada kelembagaan khusus yang otoritatif, bersifat ad hoc di berbagai negara reforma agraria itu ada time frame-nya," ujar Dewi.

"Di Indonesia, tidak ada time frame-nya, enggak bersifat ad hoc, harusnya ada kelembagaan khusus yang memang dipimpin langsung oleh presiden,” lanjut Dewi. 

Selain itu, Dewi menyentil tak efektifnya kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Dewi mengamati tak banyak agenda reforma agraria yang sukses diterapkan. 

"Kelembagaan gugus tugas reforma agraria yang sekarang tidak jalan, sedikit saja yang jalan tapi banyak yang tidak jalan, hanya rapat-rapat. Output pembentukan GTRA di kabupaten, provinsi dan tempat-tempat eksotis tapi tidak melibatkan petani, nelayan," ujar Dewi. 

Atas desakan itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bakal mendorong pemerintah mempercepat kebijakan satu peta dan memperbaiki desain tata ruang di Indonesia. Dasco menyebut DPR akan menyiapkan panitia khusus (pansus) guna menuntaskan konflik agraria pada 2 Oktober 2025. 

"DPR akan bentuk pansus penyelesaian konflik agraria yang akan disahkan pada akhir penutupan paripurna sidang DPR RI pada 2 Oktober 2025,” ujar Dasco.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement