Rabu 24 Sep 2025 16:31 WIB

Trauma, Pelajar Magelang Terduga Korban Penyiksaan Aparat Diperiksa Polisi di Kantor PPA

Meski pemeriksaan berjalan lancar, Royan menyebut DRP sempat beberapa kali terdiam.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Mas Alamil Huda
Ratusan orang tua, pada Ahad (31/8/2025), mendatangi Mapolda Jawa Tengah di Kota Semarang untuk menjemput anak mereka yang ditangkap karena diduga melakukan tindakan anarkistis saat mengikuti demonstrasi. Polda Jateng menangkap 327 orang dan mayoritas masih berstatus pelajar.
Foto: Kamran Dikarma/ Republika
Ratusan orang tua, pada Ahad (31/8/2025), mendatangi Mapolda Jawa Tengah di Kota Semarang untuk menjemput anak mereka yang ditangkap karena diduga melakukan tindakan anarkistis saat mengikuti demonstrasi. Polda Jateng menangkap 327 orang dan mayoritas masih berstatus pelajar.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- DRP, pelajar berusia 15 tahun asal Kota Magelang, telah diperiksa tim Ditreskrimum Polda Jawa Tengah (Jateng) pada Selasa (23/9/2025). DRP diduga dianiaya dan disiksa oleh anggota Polresta Magelang ketika ditangkap secara sewenang-wenang di tengah kerusuhan unjuk rasa pada 29 Agustus 2025 lalu.

Royan Juliazka Chandrajaya, kuasa hukum keluarga DRP dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, mengungkapkan, pemeriksaan terhadap DRP tidak dilakukan di Mapolda Jateng, tapi di Kantor Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jateng. "Kami minta (pemeriksaan dilakukan) di sini karena korbannya anak, masih mengalami trauma, masih takut ketika harus melihat kantor polisi," ucap Royan.

Baca Juga

Dia mengatakan, DRP diperiksa selama empat jam, yakni dari pukul 13:00 WIB hingga 17:00 WIB. Meski pemeriksaan berjalan lancar, Royan menyebut DRP sempat beberapa kali terdiam. "Di tengah proses itu, tadi sempat diam, tidak bisa ngomong. Akhirnya kita minta untuk dipindahkan saja untuk tidur di ruang sebelah karena dia capek juga ketika harus terus menceritakan ulang," ujarnya.

Royan mengaku menyayangkan pernyataan Kapolresta Magelang AKBP Anita Indah Setyaningrum yang mengeklaim tidak ada aksi penyiksaan kepada DRP atau anak-anak lain yang ditangkap pada 29 Agustus 2025 lalu. "Sementara kami melihat banyak anak-anak yang dikeluarkan dalam keadaan babak belur. Pertanyaannya adalah, apakah Kapolres tidak melihat atau tidak punya empati terhadap para korban?" ucapnya.

Dia berharap, pemeriksaan kasus dugaan penyiksaan yang dialami DRP dapat menjadi pintu untuk memutus rantai impunitas aparat. "Karena selama ini banyak polisi-polisi yang berbuat tindak pidana tapi tidak dihukum," kata Royan.

Royan mengungkapkan, saat ini status kasus DRP masih bersifat aduan atau laporan. Menurutnya, polisi memang tengah mendalami peristiwa dugaan penyiksaan yang dialami DRP.

Kendati demikian, Royan mengaku heran mengapa Ditreskrimum Polda Jateng tidak segera meningkatkan status kasus DRP ke penyidikan. "Kami sudah punya bukti-buktinya, saksi-saksinya, tapi kepolisian masih menahan ini, sifatnya masih aduan. Tapi kami berharap Ditreskrimum Polda Jateng bisa bekerja dengan baik," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement