Sabtu 06 Sep 2025 14:14 WIB

Keberhasilan Pembangunan GSW Tergantung Tata Kelola yang Transparan

Proyek multidimensi ini bisa berhasil dengan tata kelola kolaboratif.

Warga beraktivitas di area tanggul Muara Baru, Jakarta, Senin (2/1/2023). Jakarta Giant Sea Wall menjanjikan benteng iklim sekaligus motor ekonomi baru. Namun, keberhasilannya bergantung pada inovasi keuangan dan tata kelola yang transparan. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas di area tanggul Muara Baru, Jakarta, Senin (2/1/2023). Jakarta Giant Sea Wall menjanjikan benteng iklim sekaligus motor ekonomi baru. Namun, keberhasilannya bergantung pada inovasi keuangan dan tata kelola yang transparan. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jakarta Giant Sea Wall menjanjikan benteng iklim sekaligus motor ekonomi baru. Namun, keberhasilannya bergantung pada inovasi keuangan dan tata kelola yang transparan.

Hal ini disampaikan Dr Anto Prabowo, Peneliti Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Insan Pembangunan Indonesia (UNIPI) dalam acara The 2025 Sebelas Maret International Conference on Digital Economy (SMICDE). Penelitian yang berkolaborasi dengan peneliti dari UNS, Amentis Institute dan Adam Smith Business School - University of Glasgow berkaitan dengan Inovasi Keuangan berkaitan dengan rencana mewujudkan Jakarta Great Sea Wall.

Penelitian ini mengkaji inovasi keuangan dalam mendukung realisasi Jakarta Great Sea Wall (Giant Sea Wall/GSW). Sebuah proyek infrastruktur bernilai puluhan miliar dolar AS yang bertujuan melindungi Jakarta dari ancaman banjir rob, penurunan tanah, dan kenaikan muka laut.

Adapun estimasi biaya Giant Sea Wall mencapai 40-42 miliar dolar AS hanya mencakup Jakarta. Angka sebesar itu mustahil ditanggung APBN sepenuhnya, mengingat prioritas lain pada pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur nasional. "Solusinya adalah pembiayaan campuran (blended finance), memadukan dana publik, swasta, dan investor global melalui instrumen keuangan inovatif," ungkap Anto.

Dia menambahkan proyek multidimensi ini bisa berhasil dengan tata kelola kolaboratif. Giant Sea Wall tidak bisa hanya mengandalkan APBN. Inovasi keuangan seperti Green Sukuk, Asset Value Protection, dan ABS menjadikan proyek ini bankable sekaligus inklusif.

"Namun, tanpa kolaborasi kuat antara pemerintah, swasta, dan regulator, investor tidak akan masuk. Transparansi, tata kelola ESG, dan safeguards sosial-lingkungan adalah syarat mutlak agar proyek ini tidak hanya besar, tetapi juga adil," jelas Anto.

GSW merupakan bagian dari National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dan dirancang sebagai sistem adaptasi iklim terpadu. Pembangunannya mencakup tembok laut utama dan pertahanan banjir darat, reklamasi pesisir berskala besar, perbaikan sistem drainase perkotaan, rehabilitasi ekosistem mangrove, dan penciptaan ruang publik biru ramah lingkungan.

Dengan target perlindungan hingga tahun 2100, GSW akan berfungsi bukan hanya sebagai benteng iklim, tetapi juga sebagai motor pembangunan ekonomi melalui penciptaan kawasan hunian, bisnis, dan logistik baru di balik tembok laut. Pemerintah menegaskan bahwa GSW dibangun dengan prinsip ecological justice, melindungi hak masyarakat pesisir melalui relokasi berbasis hak, kompensasi adil, serta dukungan mata pencaharian baru.

Anto menegaskan Jakarta GSW lebih dari sekadar proyek infrastruktur. GSW merupakan ujian besar bagi Indonesia dalam membangun model pembiayaan iklim yang berkelanjutan. Menurutnya, keberhasilan proyek ini bergantung pada tiga kunci utama yaitu inovasi keuangan untuk memobilisasi dana tanpa membebani negara.

Kedua, Kolaborasi lintas sektor dengan tata kelola transparan. Ketiga, Safeguards sosial-ekologis untuk memastikan pembangunan berkeadilan. “Jika ketiga hal ini dijaga, GSW akan menjadi tonggak sejarah Indonesia dalam menjawab triple challenge kebijakan iklim: efektivitas, efisiensi, dan keadilan,” pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement