REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 18 bidang tanah dengan luas keseluruhan ditaksir 4,7 hektare. Aset tersebut diduga berhubungan dengan kasus dugaan pemerasan yang menyasar tenaga kerja asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
"Penyidik melakukan penyitaan atas tanah sejumlah 18 bidang, dengan total luas 4,7 hektare," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya pada Rabu (3/9/2025).
KPK mengungkap penyitaan dilakukan pada 2 September 2025. Adapun lokasi lahan terletak di Karanganyar, Jawa Tengah. KPK mengendus berkas kepemilikannya disamarkan oleh para tersangka. "Aset-aset yang diatasnamakan keluarga dan kerabat tersebut diduga diperoleh dari uang-uang yang dikumpulkan oleh tersangka saudara JS dan saudara H, yang diterimanya dari para agen TKA," ujar Budi.
KPK masih membuka peluang melakukan penyitaan aset lainnya dalam kasus tersebut. Sebab KPK masih melacak aset yang diduga buah hasil kejahatan para tersangka.
"Penyidik masih melacak dan menelusuri aset-aset lain yang memiliki keterkaitan. Ini bagian dari strategi pembuktian perkara sekaligus langkah awal dalam optimalisasi pemulihan aset,” ujar Budi.
Sebelumnya, KPK membeberkan identitas para tersangka perkara dugaan pemerasan menyangkut pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Yaitu eks Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker Suhartono, Direktur Pengendalian Penggunaan TKA Kemnaker Haryanto, mantan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Wisnu Pramono, dan mantan Direktur Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA Devi Anggraeni.
Kemudian mantan Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Gatot Widiartono, dan eks staf pada Ditjen PPTKA Kemnaker Putri Citra Wahyoe, mantan staf pada Ditjen PPTKA Kemnaker Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Sepanjang tahun 2019-2024, jumlah uang yang digasak para tersangka ditaksir Rp53,7 miliar. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.