REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih mendalami keterangan dari para saksi menyangkut kasus kuota haji 2024. Inilah yang menjadi dalih KPK mengenai belum adanya tersangka dalam perkara itu.
Hal ini disampaikan KPK pascamemeriksa eks menteri agama (menag) Gus Yaqut untuk kedua kalinya pada 1 September. "KPK masih terus mendalami menganalisis keterangan-keterangan dari para saksi termasuk tentunya saksi-saksi lainnya juga dipanggil dan diperiksa,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (2/9/2025).
KPK menelusuri kucuran uang haram yang diduga mengalir ke beberapa pihak dari travel haji dan umrah kepada pihak Kementerian Agama (Kemenag). KPK sekaligus menganalisis keterangan para saksi yang sudah dipanggil.
"Itu didalami termasuk terkait aliran ini juga KPK mendalami dari para saksi yang sudah dipanggil sebelumnya, baik dari asosiasi atau juga dari para travel perjalanan haji,” ujar Budi.
KPK tak menutup kemungkinan memeriksa Yaqut lagi. Tercatat, Yaqut sudah diperiksa dua kali oleh KPK. Yaqut juga sudah dicegah keluar negeri dalam perkara ini.
"Nanti sesuai kebutuhan penyidik. Jadi, kalau memang masih dibutuhkan (keterangan Yaqut) untuk dilakukan pemanggilan, tentu akan dilakukan pemanggilan," ucap Budi.
Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.
KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih.
KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.