REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapnya salah satu tersangka perkara dugaan pemerasan pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) merupakan suami dari pegawai KPK. Hal itu sudah masuk dalam radar KPK.
Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan 11 tersangka termasuk eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer (Noel).
"Benar bahwa salah satu pihak yang diamankan belakangan diketahui merupakan suami salah satu pegawai KPK," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (26/8/2025).
KPK menegaskan kondisi itu tak mempengaruhi penanganan kasus. Satu tersangka itu tetap diperiksa sampai ditetapkan sebagai tersangka bersama 10 orang lainnya.
"Hal ini sebagai bentuk sikap zero tolerance KPK terhadap perbuatan-perbuatan melawan hukum," ujar Budi.

KPK bahkan memeriksa pegawai KPK yang punya hubungan suami istri dengan tersangka kasus Kemenaker. KPK memastikan pegawai itu tak ada hubungannya dengan kasus korupsi Kemenaker.
"Hingga pernyataan ini dibuat, diketahui bahwa tidak ada keterlibatannya dengan perkara yang melibatkan suaminya," ucap Budi.
KPK memastikan tidak ada toleransi bagi semua pegawainya kalau terbukti terjerat kasus korupsi.
"Kami akan tetap menerapkan zero tolerance terhadap siapa pun yang kami duga atau ketahui melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk melanggar kode etik yang berlaku, termasuk terhadap pegawai tersebut jika di kemudian hari ditemukan ada bukti lain yang melibatkan yang bersangkutan," ucap Budi.
Sebelumnya, KPK mentersangkakan Noel dan 10 orang lainnya dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) dengan pasal pemerasan (Pasal 12 huruf e dan/ atau 12B). Modus yang diduga terjadi yaitu pihak Kemenaker memperlambat, mempersulit, serta tidak memproses permohonan sertifikat K3, bahkan ketika persyaratan lengkap. Pemberian uang menjadi pelicin atau syarat untuk mempercepat layanan.
K3 dimaksudkan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Sedangkan sertifikasi K3 bertujuan memastikan tenaga kerja atau perusahaan paham dan mampu menerapkan K3. KPK mengungkap bahwa dari tarif sertifikasi K3 yang seharusnya sebesar Rp 275 ribu, pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya Rp 6 juta. Kelebihan biaya tersebut merupakan bagian dari pemerasan untuk memuluskan pengajuan sertifikasi K3. Dari praktik ini, KPK mengungkap terdapat Rp 81 miliar hasil pemerasan yang mengalir ke berbagai pihak.