Selasa 22 Jul 2025 01:25 WIB

Puluhan Negara Barat Kecam Blokade Mematikan Israel di Gaza

Negara-negara itu juga menolak upaya pembersihan etnis di Gaza

Para demonstran pro-Palestina berbaris di Milan, Italia, pada hari Sabtu, 19 Juli 2025.
Foto: Claudio Furlan/LaPresse via AP
Para demonstran pro-Palestina berbaris di Milan, Italia, pada hari Sabtu, 19 Juli 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Para menteri luar negeri dari 25 negara, termasuk Inggris, Prancis, Italia dan Jepang, serta Komisioner Uni Eropa untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan dan Manajemen Krisis, menandatangani sebuah pernyataan bersama yang menyerukan agar perang di Gaza segera diakhiri. Mereka juga mengecam rencana Israel melakukan pembersihan etnis di Gaza.

Dalam sebuah pernyataan, para penandatangan mengatakan bahwa “penderitaan warga sipil di Gaza telah mencapai titik terendah”, dengan sistem pengiriman bantuan di daerah kantong tersebut ‘berbahaya’ dan merampas “martabat kemanusiaan warga Gaza”.

Baca Juga

“Kami mengutuk pemberian bantuan setetes demi setetes dan pembunuhan yang tidak manusiawi terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka akan air dan makanan,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

“Penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang sangat penting bagi penduduk sipil tidak dapat diterima,” kata pernyataan tersebut, seraya menyerukan kepada pemerintah untuk mencabut pembatasan terhadap truk-truk bantuan.

Selain itu, para menteri luar negeri mengatakan bahwa mereka “sangat menentang” setiap rencana perubahan demografis di wilayah Palestina yang diduduki.

“Rencana pemukiman E1 yang diumumkan oleh Administrasi Sipil Israel, jika dilaksanakan, akan membagi negara Palestina menjadi dua, menandai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan secara kritis merusak solusi dua negara.

Sementara itu, pembangunan pemukiman di Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur semakin pesat, sementara kekerasan pemukim terhadap warga Palestina semakin meningkat. Ini harus dihentikan.”

"Kami mendesak para pihak dan komunitas internasional untuk bersatu dalam upaya bersama untuk mengakhiri konflik yang mengerikan ini, melalui gencatan senjata yang segera, tanpa syarat dan permanen. Pertumpahan darah lebih lanjut tidak ada gunanya," tambahnya.

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh menteri Luar Negeri Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris. Selain itu juga Komisioner Uni Eropa untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan, dan Manajemen Krisis.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk pembunuhan massal terbaru terhadap para pencari bantuan di Jalur Gaza oleh tentara Israel.

 

photo
Ibu Palestina Alaa Al-Najjar memeluk jenazah bayinya yang berusia tiga bulan Yehia, yang meninggal karena kekurangan gizi di tengah krisis kelaparan, di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, di Jalur Gaza, Ahad (20/7/2025). - (REUTERS/Hatem Khaled )

“Selama akhir pekan di Gaza, kami melihat lebih banyak lagi penembakan massal dan pembunuhan terhadap orang-orang yang mencari bantuan PBB untuk keluarga mereka, sebuah tindakan yang kejam dan tidak manusiawi, yang benar-benar saya kutuk,” ujar Guterres dalam sebuah forum tentang pembangunan berkelanjutan.

Menyoroti situasi yang memburuk di Gaza, Guterres menekankan “kita membutuhkan gencatan senjata segera di Gaza [dan] pembebasan semua sandera”.

“Akses kemanusiaan tanpa hambatan” harus diberikan oleh Israel kepada badan-badan bantuan yang dipimpin PBB, kata Guterres dikutip Aljazirah.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 86 orang - termasuk 76 anak-anak - telah meninggal akibat kelaparan dan dehidrasi sejak Oktober 2023.

photo
Jenazah warga Palestina yang dibunuh Israel ketika mencoba mencapai truk bantuan PBB melalui penyeberangan Zikim, di Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza pada hari Ahad, 20 Juli 2025. - (AP Photo/Jehad Alshrafi)

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menegaskan bahwa situasi di Gaza “tidak dapat ditoleransi dalam berbagai tingkatan” dalam pidatonya di Majelis Rendah.

“[Dan] kami membuat hal itu benar-benar jelas dalam semua pertukaran kami dengan Israel dan dengan negara-negara lain,” kata Starmer kepada para anggota parlemen.

“Apakah itu kematian orang-orang yang mengantri untuk mendapatkan bantuan, apakah itu rencana untuk memaksa warga Palestina tinggal di daerah tertentu atau dikucilkan dari daerah tertentu, semuanya tidak dapat ditoleransi dan benar-benar salah pada prinsipnya.”

Perdana Menteri menegaskan kembali komitmen Inggris untuk mengakui negara Palestina “pada saat yang paling kondusif bagi prospek perdamaian” di wilayah tersebut.

Sementara Israel menolak pernyataan dari 25 negara yang menyerukan diakhirinya perang di Gaza sebagai sebuah langkah yang “tidak sesuai dengan kenyataan dan mengirimkan pesan yang salah kepada Hamas”.

Dalam sebuah pernyataan di X, Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa semua pernyataan mengenai perang seharusnya hanya ditujukan kepada Hamas, yang “memulai perang ini dan memperpanjangnya”.

"Ada proposal konkret untuk kesepakatan gencatan senjata, dan Israel telah berulang kali mengatakan ya untuk proposal ini, sementara Hamas dengan keras kepala menolak untuk menerimanya. Pernyataan tersebut gagal untuk memfokuskan tekanan pada Hamas dan gagal untuk mengakui peran dan tanggung jawab Hamas atas situasi ini," katanya dilansir Aljazirah.

“Pada saat-saat sensitif dalam negosiasi yang sedang berlangsung ini, lebih baik menghindari pernyataan semacam ini.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement