REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS – Unjuk rasa terjadi di berbagai kota di seluruh dunia Muslim mengecam kelaparan Gaza dan menuntut gencatan senjata. Hal ini seiring kondisi kelaparan di Gaza yang dilaporkan makin para belakangan.
Aljazirah melaporkan, para demonstran berkumpul di Jalan Habib Bourguiba, Tunis, untuk mengekspresikan solidaritas terhadap Gaza dan mengutuk apa yang mereka sebut sebagai “perang kelaparan sistematis” yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina.
Para demonstran menuntut gencatan senjata dan pembukaan penyeberangan perbatasan untuk memungkinkan masuknya bantuan makanan dan medis. Aksi protes serupa juga digelar di Baghdad, Irak, dan di Ankara, Turki kemarin.
Sementara itu, kerumunan massa berbaris di jalan-jalan di Rabat, ibukota Maroko, dalam sebuah aksi terpisah sebagai bentuk dukungan untuk Gaza. Rekaman yang dibagikan di media sosial menunjukkan ribuan orang berunjuk rasa menentang apa yang mereka gambarkan sebagai perang genosida dan kelaparan.
Untuk hari kedua, terjadi juga unjuk rasa besar-besaran di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki, untuk mengecam pembantaian dan kebijakan kelaparan Israel di Gaza. "Di manakah kalian, orang-orang yang merdeka di negeriku? Gaza menjerit, Gaza memanggil..." nyanyian oleh warga selama pawai melalui jalan-jalan di Ramallah, untuk mendukung Gaza dan mengutuk kebijakan kelaparan dan agresi Israel.
Jordanian police forcibly dispersed a solidarity march supporting Gaza, detaining several participants, including children under 14.
Tear gas was heavily used, leading to cases of fainting and breathing difficulties. Protesters were urging the authorities to take action to… pic.twitter.com/lUdCk448DN
— Quds News Network (QudsNen) July 20, 2025
Para pengunjuk rasa juga berunjuk rasa di Lebanon selatan untuk mengutuk Israel dan menyatakan solidaritas mereka dengan warga Palestina.
Di Indonesia, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad berdoa bersama ribuan warga sebagai wujud rasa solidaritas bangsa Indonesia kepada rakyat Palestina yang sampai saat ini masih dibombardir pasukan Zionis Israel.
Kegiatan yang digagas Tanjungpinang Peduli Palestina (TPP) ini merupakan acara puncak penggalangan dana untuk Palestina, semarak 10 Muharram 1447 Hijriah bertempat di Lapangan Pamedan Ahmad Yani, Kota Tanjungpinang, Ahad.
Acara diawali dengan konvoi kendaraan dari Jalan Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Tanjungpinang menuju Pamedan, lalu dilanjutkan doa bersama disertai penggalangan dana, serta tabligh akbar Ustaz Derry Sulaiman.
Palestinians in Ramallah are out in the streets protesting the ongoing Israeli genocide in Gaza, demanding the immediate entry of aid and food. pic.twitter.com/FVh7Hg5DQg
— Quds News Network (QudsNen) July 20, 2025
"Terima kasih kepada panitia yang telah menggagas acara ini, karena sekecil apapun doa dan donasi yang kita kumpulkan hari ini, ikut berkontribusi membantu saudara-saudara kita di Palestina," kata Gubernur Ansar Ahmad dikutip Antara.
Ansar mengatakan Palestina bagi bangsa Indonesia merupakan negeri yang sangat penting, karena sejarah telah mencatat bahwa Palestina adalah salah satu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Republik Indonesia yang diumumkan oleh Mufti Besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dan seorang saudagar kaya Palestina, Muhammad Ali Taher, pada 6 September 1944.
Kantor berita WAFA melansir, ratusan aktivis berkumpul pada Sabtu untuk melakukan aksi damai berskala besar di Sunset Park, Brooklyn, AS, di bawah spanduk “Gencatan Senjata Sekarang.” Para demonstran menyerukan penghentian segera perang di Gaza dan menuntut agar pemerintah AS menghentikan dukungan militernya untuk Israel.
Para peserta, yang mewakili beragam kelompok masyarakat sipil, komunitas agama, advokat hak asasi manusia, dan warga negara yang peduli, berbaris sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina. Banyak dari mereka membawa spanduk yang mengutuk genosida yang sedang berlangsung dan mengecam kebijakan kelaparan yang dilakukan Israel terhadap warga sipil di Gaza.
Hundreds marched today in Edinburgh, Scotland, denouncing the ongoing Israeli genocide in Gaza. pic.twitter.com/IEVTymW5vy
— Quds News Network (QudsNen) July 20, 2025
Demonstrasi di Brooklyn merupakan bagian dari gelombang protes yang lebih luas yang melanda beberapa kota di Amerika Serikat pada akhir pekan lalu, termasuk Collingswood, New Jersey, dan Somerville, Massachusetts. Penyelenggara menggambarkan aksi tersebut sebagai bagian dari gerakan nasional untuk mengecam pengepungan dan genosida Israel di Gaza.
Para pembicara dalam acara tersebut mendesak agar tekanan publik terus berlanjut terhadap para pembuat kebijakan dan menekankan kebutuhan mendesak akan akses kemanusiaan dan diakhirinya keterlibatan AS dalam perang tersebut.
Middle East Eye melaporkan, lima puluh lima orang ditangkap di London dalam sebuah demonstrasi menentang pelarangan Aksi Bela Palestina di luar parlemen Inggris pada Sabtu, menurut Polisi Metropolitan.
Para demonstran berkumpul untuk mendukung organisasi tersebut, yang dilarang di bawah undang-undang anti-teror awal bulan ini. Mereka mengangkat plakat bertuliskan "Saya menentang genosida. Saya mendukung Aksi Bela Palestina" sebelum polisi mulai menggiring para peserta ke dalam mobil van.
Protes serupa juga terjadi di Edinburgh, Cornwall dan daerah lain di Inggris, yang juga berujung pada penangkapan. Sebuah demonstrasi tandingan oleh para aktivis pro-Israel di London - memegang plakat bertuliskan “tidak ada genosida” dan menggambarkan penduduk Gaza sebagai “2 juta perisai manusia” - dilindungi oleh polisi.

Pemerintah melarang kelompok aktivis PAlestina tersebut di bawah undang-undang anti-teror pada tanggal 4 Juli, menyusul insiden di mana para anggotanya masuk ke RAF Brize Norton pada awal bulan ini dan menyemprot dua pesawat yang menurut mereka “digunakan untuk operasi militer di Gaza dan di Timur Tengah”.
Undang-undang tersebut menjadikan keanggotaan dan dukungan terhadap kelompok ini sebagai tindak pidana yang dapat dihukum hingga 14 tahun penjara - pertama kalinya sebuah kelompok aksi langsung dilarang di Inggris sebagai kelompok teroris.
Para ahli PBB, kelompok-kelompok hak asasi manusia, dan tokoh-tokoh terkemuka telah mengutuk larangan tersebut sebagai tindakan yang kejam, dan memperingatkan bahwa hal tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang merugikan bagi kebebasan berekspresi dan berimplikasi pada supremasi hukum.
“Undang-undang terorisme memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pihak berwenang untuk menangkap dan menahan orang, menekan pidato dan pelaporan, melakukan pengawasan, dan mengambil tindakan lain yang tidak akan pernah diizinkan dalam situasi lain,” kata Sacha Deshmukh, kepala eksekutif Amnesty International Inggris, dalam sebuah pernyataan menjelang pelarangan tersebut. “Menggunakannya untuk melawan kelompok protes aksi langsung adalah penyalahgunaan yang mengerikan dari tujuan mereka diciptakan.”