Jumat 18 Jul 2025 18:43 WIB

Divonis 4,5 Tahun Penjara, Hakim: Hal Memberatkan Tom Lembong Memihak ke Ekonomi Kapitalis

Tom Lembong selama jadi Mendag dianggap tak laksanakan tugas secara akuntabel.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong memberikan keterangan pers usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin (30/6/2025). Majelisa Hakim menjatuhkan hukuman kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dengan pidana 4 tahun dan enam bulan penjara, denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Foto: Thoudy Badai
Terdakwa Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong memberikan keterangan pers usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin (30/6/2025). Majelisa Hakim menjatuhkan hukuman kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dengan pidana 4 tahun dan enam bulan penjara, denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 4,5 tahun pidana penjara terhadap eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Mantan timses Anies Baswedan itu terjerat perkara importasi gula.

Majelis hakim memandang Tom sudah bersalah dalam melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian izin importasi gula. Hal ini menimbulkan kerugian keuangan negara sekaligus memperkaya sejumlah perusahaan swasta.

Baca Juga

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara 4,5 tahun penjara," kata Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam persidangan pada Jumat (18/7/2025).

Vonisi hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang mendakwa Tom dengan 7 tahun penjara.  Namun hakim menjelaskan ada empat hal memberatkan Tom Lembong. Pertama, Tom dianggap tak berpihak pada sistem ekonomi Pancasila. Tom dianggap condong pada kapitalis.

"Terdakwa saat menjadi Menteri perdagangan pemegang kekuasaan pemerintahan di bidang perdagangan, kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional, lebih mengedepankan, terkesan lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan dengan sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi pancasila berdasarkan Undang-Undang 1945 yang mengedepankan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," ujar Dennie.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement