Rabu 02 Jul 2025 10:58 WIB

Remaja Gen Z dan Perilaku Seksual: Quo Vadis Parentes?

Orang tua harus menjadi sumber utama nilai dan informasi.

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung, dr Rafdi Ahmed, Sp.DV
Foto: dok pribadi
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung, dr Rafdi Ahmed, Sp.DV

Oleh: dr Rafdi Ahmed, Sp.DVE – Dokter Spesialis Dermatologi Venereologi Estetika (Spesialis Kulit dan Kelamin), Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Generasi Z adalah mereka yang lahir setelah 1997, tumbuh di era digital dengan akses tanpa batas terhadap internet dan media sosial. Hal ini membuat mereka cepat belajar, namun juga rentan terhadap berbagai pengaruh, termasuk dalam hal seksualitas.

Sebagai dokter spesialis dermatologi venereologi estetika yang menangani kasus kasus infeksi menular seksual (IMS), saya merasa kejadian IMS pada remaja semakin meningkat.

Banyak dari mereka melakukan hubungan seksual tanpa pemahaman yang memadai, baik secara fisik maupun emosional. Bahkan tanpa mengetahui mereka berisiko tertular IMS.

Remaja yang berkonsultasi umumnya datang secara diam-diam, tanpa pendampingan orang tua, dan berada dalam kondisi mental yang menghawatirkan.

Mereka sering memperoleh informasi dari internet atau teman sebaya, bukan dari orang tua, dan menganggap seks bebas sebagai bagian dari gaya hidup modern. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kurangnya peran orang tua dalam membimbing anak di tengah derasnya arus informasi digital.

Masa remaja adalah fase kompleks yang ditandai lonjakan hormon, pertumbuhan seksual, dan pencarian jati diri. Pada fase ini, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecenderungan perilaku seksual remaja berisiko.

Ini meliputi meningkatnya libido, kurangnya pengetahuan, pengaruh teman sebaya, kekerasan seksual, tekanan ekonomi, serta absennya peran orang tua dalam memberi nilai dan batas moral.

Tanpa bimbingan dari keluarga terutama orang tua, akan membuat remaja tersesat, terutama karena terpapar konten seksual eksplisit. Sayangnya, banyak orang tua masih menganggap pembicaraan tentang seksualitas sebagai hal tabu.

Padahal, komunikasi terbuka dan penuh kepercayaan antara orang tua dan anak jauh lebih efektif dalam mencegah perilaku berisiko daripada sekadar larangan. Dalam Islam, orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik anak, termasuk dalam hal menjaga kehormatan dan adab pergaulan.

Mengedukasi anak tentang seksualitas bukan berarti membebaskan mereka bertindak semaunya atau menyetujui hubungan seksual pranikah, akan tetapi tetapi memberikan pemahaman tentang tanggung jawab, nilai agama, serta pentingnya menjaga kehormatan diri.

Anak perlu menyadari tubuh mereka adalah amanah dan dalam Agama Islam adab dalam pergaulan harus dikedepankan. Orang tua harus menjadi sumber utama nilai dan informasi, sehingga dunia luar tidak akan mengambil alih peran tersebut—dengan risiko menyampaikan pesan yang tidak sesuai.

Keberanian dan kebijaksanaan orang tua untuk membuka ruang dialog yang sesuai usia, dengan empati, nilai agama, dan komunikasi dua arah sangat diperlukan untuk mencegah remaja terjerumus dalam perilaku seksual berisiko.

Peran aktif orang tua tidak hanya melindungi anak dari risiko IMS atau kehamilan tidak diinginkan, tetapi juga membentuk karakter dan akhlak mereka.

Orang tua sebagai role model terdekat remaja, akan membantu mereka dalam bersikap secara praktikal. Dengan demikian, diharapkan orang tua generasi Z dapat membimbing anak-anaknya dengan menggabungkan ilmu, cinta, dan keteladanan agar tumbuh menjadi pribadi yang bermoral, sehat, dan bertanggung jawab, sehingga tercapai harapan generasi penerus yang berahlakul karimah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement