REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Surat kabar harian Haaretz, Jumat (27/6/2025), melaporkan bahwa sudah hampir 100 ribu warga Palestina meninggal dunia akibat perang Genosida Israel di Gaza. Jumlah itu setara dengan sekitar empat persen dari total populasi wilayah kantong Palestina tersebut.
Jumlah korban tewas versi Haaretz tersebut berbeda jauh dengan angka yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan Gaza sebanyak 56.300 jiwa sejak militer Zionis melancarkan perang genosidanya pada Oktober 2023. Menurut Haaretz, tingginya angka kematian warga Palestina tersebut bukan semata-mata akibat serangan biadab Israel.
Banyak juga warga Palestina yang wafat akibat dampak tidak langsung dari perang seperti kelaparan, kedinginan, dan penyakit di tengah ambruknya sistem kesehatan di Gaza. Harian itu melaporkan, meski juru bicara Israel, jurnalis dan pemengaruh menyangkal angka kematian tersebut, nyatanya semakin banyak pakar internasional yang menyatakan bahwa daftar korban tersebut—meski mengandung kengerian luar biasa—sebenarnya dapat dipercaya, dan bahkan kemungkinan besar justru mencatat jumlah yang lebih rendah daripada kondisi sebenarnya.
Salah satu pakar yang dikutip Haaretz mengenai kematian di Gaza adalah Profesor Michael Spagat, ekonom di Kampus Holloway, Universitas London, seorang ahli kelas dunia tentang kematian dalam konflik kekerasan. Penelitian Spagat menyurvei 2.000 rumah tangga di Palestina, yang terdiri hampir 10.000 jiwa.
"Penelitian itu menyimpulkan bahwa, pada Januari 2025, sekitar 75.200 orang meninggal dengan kekerasan di Gaza selama perang. Sebagian besar disebabkan oleh amunisi Israel," kata Haaretz.
