Rabu 25 Jun 2025 11:51 WIB

Mendikdasmen Nilai Putusan MK tak Cantumkan Diksi 'Gratis' untuk Pendidikan Dasar

"Sekolah gratis itu kan berarti bahasa media kan," kata Abdul Mu'ti.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Andri Saubani
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof Abdul Mu'ti.
Foto: BPMI Setpres
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof Abdul Mu'ti.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Muti mengungkapkan telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sekolah swasta gratis. Namun, ia menegaskan bahwa bunyi putusan MK tidak menyebutkan tentang sekolah gratis.

"Sekolah gratis itu kan berarti bahasa media kan, kalau bahasa keputusan MK itu bunyinya tidak sekolah gratis, nanti dicek lagi keputusan MK-nya ya," ucap dia IPDN Jatinangor menghadiri retreat kepala daerah dan wakil kepala daerah, Rabu (25/6/2025).

Baca Juga

Ia menyebut pertemuan pun telah dilakukan dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) membahas dampak dari putusan MK. Selanjutnya, pihaknya akan membahas secara khusus terkait itu.

"Tentu dengan pemahaman yang benar ya, karena di keputusan MK tidak ada kata-kata gratis," kata dia.

Ia menambahkan sebanyak 10.440 sekolah akan dilakukan rehabilitasi dan revitalisasi pada bulan Juli mendatang dan telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto. Selain itu, pembangunan sarana dan prasarana digitalisasi pendidikan tengah dilakukan bertahap.

"Kami akan memberikan bantuan untuk penyelenggaraan smart classroom dan berbagai persiapannya termasuk nanti penyiapan materi dan juga pelatihan gurunya tapi memang ini semuanya bertahap," kata dia.

Mu'ti merencanakan sekolah-sekolah dapat mendapatkan Smart TV yang ditargetkan mencapai 300 ribu unit selama empat tahun ke depan. Selain itu, terdapat beberapa kebijakan terkait dengan guru mulai dari penguatan pendidikan karakter melalui tujuh kebiasaan Indonesia. Program pagi ceria, program bimbingan konseling untuk pelatihan para guru.

Diketahui, pada 27 Mei lalu, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas. Pengujian ini dimohonkan oleh lembaga masyarakat sipil JPPI serta tiga orang ibu rumah tangga, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, Riris Risma Anjiningrum.

Melalui putusan ini, MK menyatakan frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Sisdiknas telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

MK mengubah norma frasa tersebut menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement