REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) menyatakan penonaktifan 7,39 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) bukan bagian dari upaya efisiensi anggaran sebagaimana isu yang beredar di publik. Bantahan itu diutarakan oleh Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi (Deputi II) PCO Albert Tarigan yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
"BPJS adalah bentuk bantuan sosial yang tidak terkena efisiensi. Negara tetap hadir untuk hampir 100 juta rakyat yang tidak mampu," ujar Albert.
Menurut Albert, data 7,39 juta peserta JKN PBI tidak dihapus oleh pemerintah. Melainkan hanya dinonaktifkan sementara seiring proses pemutakhiran data nasional.
"Faktanya, tidak ada penghapusan. Yang ada hanyalah penonaktifan sementara karena proses pemutakhiran data nasional," katanya menjawab isu penghapusan peserta PBI pada Juni 2025.
Albert melanjutkan, penonaktifan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 dan Keputusan Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025, yang bertujuan menyinkronkan data penerima bantuan sosial agar lebih akurat dan tepat sasaran.
"Bagi masyarakat yang merasa berhak, namun terdampak penonaktifan, cukup melakukan pendaftaran ulang melalui RT, kelurahan, atau Dinas Sosial setempat," ujarnya.
Seperti diketahui, sebanyak 7,3 juta peserta JKN segmen PBI dinonaktifkan sejak Mei 2025 seiring penerapan basis data baru yaitu Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) menggantikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). BPJS Kesehatan menyatakan peserta yang dinonaktifkan dapat mengaktifkan kembali kepesertaan jika tergolong miskin, rentan miskin, mengidap penyakit kronis, atau dalam kondisi darurat medis, dengan syarat melapor ke Dinas Sosial dan melalui proses verifikasi oleh Kementerian Sosial (Kemensos).
Dalam keterangannya, BPJS Kesehatan selaku pengelola Program JKN menginformasikan bahwa pembaruan data PBI dilakukan berkala untuk memastikan ketepatan sasaran.