Jumat 20 Jun 2025 14:37 WIB

Reaktor Nuklir Apa yang Dibangun RI-Rusia? Ini Isyarat Airlangga

Menko Perekonomian menyatakan pemerintah masih melakukan studi kelayakan PLTN.

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Fitriyan Zamzami
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjawab pertanyaan wartawan di Saint Petersburg, Rusia, Jumat (20/6/2025).
Foto: Erik Purnama Putra/Republika
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjawab pertanyaan wartawan di Saint Petersburg, Rusia, Jumat (20/6/2025).

Laporan wartawan Republika, Erik Purnama Putra dari Saint Petersburg, Rusia

REPUBLIKA.CO.ID,SAINT PETERSBURG – Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengomentari kerja sama nuklir yang dibicarakan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden RI Prabowo Subianto. Ia menyatakan Indonesia akan memelajari kelayakan pengembangan reaktor modular kecil (small modular reactor/SMR).

Baca Juga

“Kita melakukan feasibility study (studi kelayakan) dulu,” ujarnya mengenai kerja sama nuklir RI-Rusia kepada wartawan Republika, Erik Purnama Putra di Taleon Imperial Hotel, Saint Petersburg, Rusia, Jumat (20/6/2025). 

Ia menyinggung bawa dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, Indonesia memang merencanakan pembangunan pembangkit nuklir yang bisa menghasilkan 500 MW(e) listrik. Artinya reaktor yang dibutuhkan kemungkinan berukuran sedang. 

Hal ini diakui Airlangga. “Yang pertama kita melakukan feasibility study untuk small modular reactor,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden RI Prabowo Subianto resmi mengumumkan kesepakatan kerja sama nuklir di Moskow, Kamis (19/6/2025). Hal ini disampaikan Putin selepas melakukan pertemuan dengan Prabowo di Istana Konstantin, Saint Petersburg, Rusia.

photo
Perbandingan pembangkit listrik tenaga nuklir. - (IIAEA)

"Kami terbuka untuk kerja sama dengan mitra Indonesia di bidang nuklir. Kami juga berkeinginan untuk merealisasikan proyek nuklir di bidang damai, termasuk bidang kesehatan, pertanian, dan pelatihan staf," kata Putin, Kamis (19/6/2025).

Reaktor modular kecil adalah reaktor nuklir canggih yang memiliki kapasitas daya hingga 300 MW(e) per unit, yaitu sekitar sepertiga dari kapasitas pembangkitan reaktor tenaga nuklir tradisional. Artinya, rencana dalam RUPTL 2025-2034 yakni 500 MW(e) membutuhkan lebih dari satu SMR.

Merujuk Agensi Atom PBB (IAEA), manfaat SMR yang secara inheren terkait dengan sifat desainnya – kecil dan modular. Mengingat tapaknya yang lebih kecil, SMR dapat ditempatkan di lokasi yang tidak sesuai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir yang lebih besar. 

Unit SMR prefabrikasi dapat diproduksi dan kemudian dikirim dan dipasang di lokasi, menjadikannya lebih terjangkau untuk dibangun dibandingkan reaktor berkekuatan besar, yang seringkali dirancang khusus untuk lokasi tertentu, yang terkadang menyebabkan penundaan konstruksi. SMR menawarkan penghematan biaya dan waktu konstruksi, dan dapat diterapkan secara bertahap untuk mengimbangi peningkatan permintaan energi.

Salah satu tantangan dalam mempercepat akses terhadap energi adalah infrastruktur – terbatasnya cakupan jaringan listrik di daerah pedesaan – dan biaya sambungan jaringan listrik untuk elektrifikasi pedesaan. Sebuah pembangkit listrik tunggal harus mewakili tidak lebih dari 10 persen dari total kapasitas jaringan terpasang. 

Di wilayah yang kekurangan jalur transmisi dan kapasitas jaringan, SMR dapat dipasang pada jaringan yang sudah ada atau di luar jaringan listrik jarak jauh, sebagai fungsi dari output listrik yang lebih kecil, sehingga menghasilkan tenaga rendah karbon untuk industri dan masyarakat.

SMR bisa mengurangi kebutuhan isi ulang bahan bakar. Pembangkit listrik berbasis SMR mungkin memerlukan frekuensi pengisian bahan bakar yang lebih sedikit, yaitu setiap tiga hingga tujuh tahun, dibandingkan dengan pembangkit listrik konvensional yang membutuhkan waktu antara satu dan dua tahun. Beberapa SMR dirancang untuk beroperasi hingga 30 tahun tanpa pengisian bahan bakar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement