Kamis 12 Jun 2025 19:07 WIB

Alasan Tiga Stafsus Nadiem Jadi Saksi Krusial di Kasus Korupsi Chromebook Menurut Kejagung

Pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan dinilai tak layak.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Agung Harli Siregar.
Foto: Antara
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Agung Harli Siregar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengusutan korupsi penggunaan anggaran Rp9,9 triliun untuk program digitalisasi pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) 2019-2023 belum mengumumkan tersangka. Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) juga belum memeriksa mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) masih memfokuskan pembuktian tentang peran tiga staf khusus Nadiem yang menjadi tim teknis pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan itu. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan tiga staf khusus Nadiem dan tim teknis dalam pengadaan Chromebook tersebut adalah Fiona Handayani (FH), Juris Stan (JS), dan Ibrahim Arif (IA).

Baca Juga

Ketiganya masih saksi. Tetapi sudah berstatus cegah sejak 4 Juni 2025. Larangan ke luar wilayah hukum Indonesia terhadap ketiga nama tersebut setelah pemangkiran dalam beberapa kali pemanggilan pemeriksaan di Jampidsus. Ketiga staf khusus dan tim teknis tersebut merupakan saksi krusial dalam penyidikan.

Karena kata Harli, ketiga orang tersebut adalah pihak-pihak internal di Kemendikbudristek pada era Nadiem Makarim yang memberikan rekomendasi dan saran-saran terkait pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisais pendidikan itu. “Bahwa sebagai staf khusus, mereka sangat terkait dengan analisa-analisa teknis, dan staf khusus ini yang memberikan saran-saran, memberikan pandangan-pandangan kepada menteri terkait dengan objek perkara dalam kasus ini. Itu yang didalami oleh penyidik terhadap ketiga saksi itu (FH, JS, dan IA),” kata Harli di Kejagung, Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Dalam penyidikan, ada terungkap soal pengadaan laptop dengan sistem operasi Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan itu tak layak. Karena tak sesuai spesifikasi maupun peruntukan. Menurut Harli, Kemendikbudristek sendiri yang pernah melakukan uji coba terhadap 1.000 chromebook dan menyimpulkan tentang kebutuhan nihil atas Chromebook tersebut pada 2019-202.

Sehingga dari tim uji coba, merekomendasikan agar pengadaan perangkat keras untuk program digitalisasi pendidikan menggunakan laptop berbasis windows. Tetapi dalam realisasinya, Nadiem sebagai menteri tetap memutuskan pengadaan laptop berbasis Chromebook.

Terkait itu, kata Harli ada peran dari lingkaran staf khusus, maupun tim teknis yang disinyalir memberikan saran, maupun rekomendasi agar Nadiem tetap mengambil chromebook dalam program digitalisasi pendidikan itu. “Nah itu yang didalami terhadap staf khusus dan tim teknis itu. Karena posisinya sebagai staf khusus, apakah staf khusus itu berwenang dalam proses penentuan pengadaan? Bukankah dalam proses pengadaan ada yang disebut dengan pengurus pengadaan? Lalu apa peran staf khusus ini dalam memberikan sarannya, memberikan pandangannya kepada menteri? Itu yang didalami oleh penyidik sehingga ketiga saksi tersebut (FH, JS, dan IA) diperiksa secara intensif,” kata Harli.

Menurut Harli, dari pemeriksaan intensif terhadap FH, JS, dan IA, tim penyidik akan mengetahui lingkaran pertanggungjawaban hukum terhadap pihak yang mengubah rekomendasi. Pun pihak yang memengaruhi keputusan untuk tetap melakukan pengadaan laptop tak sesuai kebutuhan itu.

“Makanya mereka ini harus diperiksa supaya diketahui apa kapasitas para staf khusus ini dalam mengambil tindakan dan siapa yang memberikan perintah terhadap pengambilan kebijakan untuk pengadaan chromebook itu,” kata Harli.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement