REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menyita uang tunai sekitar Rp 1,7 miliar dari para tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) 2020-2024. Selain itu penyidik juga turut menyita lahan dan rumah, kendaraan bermotor, juga logam mulia emas bernilai ratusan juta rupiah dari para tersangka.
Lima tersangka sudah dijebloskan ke sel tahanan dalam kasus ini. Tiga di antaranya adalah penyelenggara negara. Semuel Abrijani Pangerapan (SAP) ditetapkan tersangka atas perannya selaku Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintah (Dirjen Aptika) Kemenkominfo 2016-2024. Bambang Dwi Anggono (BDA) yang dijerat hukum atas perannya sebagai Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah di Kemenkominfo 2019-2023. Lalu tersangka Novazanda (NZ) yang dijerat atas perannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, serta pengelolaan PDNS Kemenkominfo 2020-2024.
Dua tersangka lainnya dari pihak swasta, yakni Alfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis pada PT Aplikanusa Lintasarta (AL) dan tersangka Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager 2017-2021 PT Decotel Teknologi. Kepala Kejari Jakpus Safrianto Zuriat Putra mengatakan, kelima tersangka sudah dijebloskan ke sel tahanan sejak Kamis (22/5/2025).
“Dan dari penyidikan, penyidik juga menyita sejumlah uang setotal Rp 1,78 miliar dari tersangka SAP, BDA, dan PPA,” begitu kata Safrianto, Jumat (23/5/2025).
Tiga unit mobil yang disita adalah milik tersangka Semuel. Mobil milik Bambang Dwi juga turut disita. “Selain itu penyidik juga menyita sebanyak 176 gram logam mulia berupa emas dari tersangka SAP, dan BDA,” kata Safrianto.
Adapun penyitaan lahan dilakukan penguasaan sementara terhadap tujuh sertifikat hak milik (SHM) milik Semuel dan Bambang Dwi. Dari penyidikan, kata Safrianto, sudah melakukan pemeriksaan terhadap total 78 saksi. Dari dari pemeriksaan tersebut, penyidik juga turut menyita 55 barang bukti elektronoik, serta 346 dokumen.
“Penyidikan ini terus berlanjut. Dan tidak menutup kemungkinan kita menemukan adanya tersangka lain, termasuk penyidik untuk mengusulkan para tersangka dijerat dengan TPPU,” kata Safrianto.
Kasus dugaan korupsi PDNS di Kemenkominfo ini terjadi sepanjang 2020 sampai 2024 dalam periode tiga menteri. PDNS merupakan proyek pusat data nasional yang direncanakan sejak 2020 dan berjalan sampai 2024 setotal anggaran Rp 958 miliar. Proyek tersebut dengan membuka tender untuk pembangunan dan pengelolaan pusat data nasional yang dapat dipakai untuk kebutuhan pemerintah. Namun dalam realisasinya diduga terjadi permufakatan jahat untuk memenangkan satu perusahaan, yaitu PT Aplikanusa Lintasarta (AL).
Terungkap, tersangka Semuel dan Bambang Dwi mendapatkan penerimaan uang sebesar Rp 11 miliar dari tersangka Alfi dari PT AL. “Para pihak mendapatkan kickback melalui suap, di antara pejabat Kemenkominfo dengan pihak pelaksana kegiatan (PT AL),” kata Safri. “Dan kickback-nya itu lebih kurang (Rp) 11 miliar, yang diterima oleh tersangka SAP, dan BDA yang diberikan oleh tersangka AA (Direktur PT AL),” sambung Safri.
Setelah PT AL mendapatkan tender dengan cara permufakatan kotor tersebut, pun realisasi pengadaan barang dan jasa itu diserahkan kepada perusahaan lainnya. Dalam pengadaan barang dan jasa tersebut tak sesuai spesifikasi yang membuat PDNS tak dapat dipakai.