Selasa 20 May 2025 05:30 WIB

Inggris, Prancis dan Kanada Ancam Sanksi Israel

Eropa mengecam terbatasnya bantuan yang diijinkan Israel masuk ke Gaza.

Ratusan ribu orang menghadiri unjuk rasa di Den Haag, Belanda, 18 Mei 2025. Pengunjuk rasa menyerukan pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel dan aksinya di Gaza.
Foto: EPA-EFE/PHIL NIJHUIS
Ratusan ribu orang menghadiri unjuk rasa di Den Haag, Belanda, 18 Mei 2025. Pengunjuk rasa menyerukan pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel dan aksinya di Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Para pemimpin Inggris, Prancis dan Kanada memperingatkan Israel bahwa negara mereka akan mengambil tindakan jika Israel tidak menghentikan serangan militer baru di Gaza dan mencabut pembatasan bantuan. Mereka juga menegaskan komitmen untuk mengakui negara Palestina.

“Penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan penting kepada penduduk sipil tidak dapat diterima dan berisiko melanggar Hukum Humaniter Internasional,” demikian pernyataan bersama yang dilansir pemerintah Inggris, Senin.  “Kami menentang segala upaya untuk memperluas pemukiman di Tepi Barat.…Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk sanksi yang ditargetkan.”

Baca Juga

"Kami selalu mendukung hak Israel untuk membela warga Israel dari terorisme. Namun eskalasi ini sepenuhnya tidak proporsional," kata Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Perdana Menteri Kanada Mark Carney, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam pernyataan bersama mereka.

Inggris, Perancis dan Kanada menolak prospek “pengungsian paksa secara permanen” terhadap warga sipil Gaza, dan menegur pemerintah Israel karena menggunakan “bahasa yang menjijikkan… mengancam bahwa, dalam keputusasaan mereka atas kehancuran Gaza, warga sipil akan mulai melakukan relokasi.”

Para pemimpin menambahkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam sementara pemerintahan Perdana Menteri Israel Netanyahu melakukan “tindakan mengerikan ini”. Mereka juga menyatakan dukungannya terhadap upaya yang dipimpin oleh Mesir, Qatar dan Amerika Serikat untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza, dan menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk mengakui negara Palestina.

Pernyataan bersama itu dikeluarkan saat bantuan yang diijinkan Israel masuk ke Gaza ternyata hanya berupa tetesan semata dibandingkan kebutuhan sebenarnya. Inggris, Prancis dan Kanada menggambarkan tindakan Israel “sepenuhnya tidak memadai”. Mereka menyerukan “kembalinya pengiriman bantuan sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan”.

Beberapa truk bantuan pertama memasuki Gaza pada hari Senin setelah hampir tiga bulan Israel memblokade makanan, obat-obatan dan pasokan lainnya, kata Israel dan PBB, ketika Israel mengakui meningkatnya tekanan dari sekutunya termasuk Amerika Serikat.

Lima truk yang membawa makanan bayi dan bantuan lain yang sangat dibutuhkan memasuki wilayah berpenduduk lebih dari 2 juta warga Palestina melalui penyeberangan Kerem Shalom, menurut badan pertahanan Israel yang bertugas mengoordinasikan bantuan ke Gaza, COGAT.

Kepala Kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, menyebutnya sebagai “perkembangan yang disambut baik” namun menggambarkan truk-truk tersebut sebagai “setitik air dari apa yang sangat dibutuhkan.” Pakar keamanan pangan pekan lalu memperingatkan akan adanya kelaparan di Gaza. Selama gencatan senjata terbaru yang diakhiri Israel pada bulan Maret, sekitar 600 truk bantuan memasuki Gaza setiap hari.

Sementara, dua puluh dua negara telah mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan keputusan Israel untuk mengizinkan “mulai kembali secara terbatas” operasi bantuan di Gaza harus diikuti dengan dimulainya kembali bantuan kemanusiaan tanpa batas.

photo
Truk yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza terlihat di Persimpangan Kerem Shalom di Israel selatan, Senin, 19 Mei 2025. - (AP Photo/Ohad Zwigenberg)

Pernyataan tersebut mengatakan bahwa kelompok bantuan yang ada memiliki kemauan dan kapasitas untuk melanjutkan operasi kemanusiaan di Gaza dan mereka tidak akan mendukung “model baru untuk mengirimkan bantuan ke Gaza”.

“Sebagai donor kemanusiaan, kami memiliki dua pesan langsung kepada pemerintah Israel: mengizinkan bantuan penuh ke Gaza segera dan memungkinkan PBB dan organisasi kemanusiaan untuk bekerja secara independen dan tidak memihak untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi penderitaan dan menjaga martabat,” katanya.

Perjanjian ini ditandatangani oleh para menteri luar negeri negara-negara termasuk Australia, Kanada, Denmark, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Spanyol dan Inggris.

Pernyataan bersama para menteri luar negeri dari 22 negara tersebut menunjukkan beberapa pemerintah beralih ke sikap yang lebih kritis terhadap Israel, kata Step Vaessen dari Aljazirah. “[Risiko kelaparan di Gaza] tampaknya telah menimbulkan kemarahan publik, terutama di Eropa,” katanya, berbicara dari Amsterdam.

photo
Ratusan ribu orang menghadiri unjuk rasa di Den Haag, Belanda, 18 Mei 2025. Pengunjuk rasa menyerukan pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel dan aksinya di Gaza. - (EPA-EFE/PHIL NIJHUIS)

"Di Belanda, kami melihat sekitar 100.000 orang turun ke jalan di Den Haag pada hari Ahad dan banyak dari mereka mengatakan kepada saya bahwa gambaran orang-orang yang kelaparan di Gaza-lah yang benar-benar membuat mereka marah. Itu benar-benar memberi tekanan pada pemerintah."

Dia mengatakan pemerintah Belanda akan meminta UE untuk meninjau kembali perjanjian perdagangan bebas penting yang dimilikinya dengan Israel pada pertemuan para menteri luar negeri UE pada hari Selasa, sementara Swedia menyerukan sanksi terhadap para menteri Israel.

“Jadi Anda lihat bahwa situasi pangan ini benar-benar mengarah pada semacam perubahan di sini, dan banyak orang di UE berharap pemerintah mereka akan melangkah lebih jauh dari yang telah mereka lakukan sejauh ini,” kata Vaessen. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement