REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adanya korban jiwa dari warga sipil dalam proses pemusnahan amunisi tidak layak pakai milik TNI di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, pada Senin (12/5/2025) masih menjadi tanda tanya. Pasalnya, pemusnahan amunisi itu dilakukan di kawasan yang jauh dari permukiman warga.
Camat Cibalong Dianavia Faizal mengatakan, proses pemusnahan amunisi itu bukan yang kali pertama dilakukan di wilayahnya. Menurut dia, hal itu sudah dilakukan bertahun-tahun silam. Bahkan, selama tugas di Cibalong sejak tiga tahun terakhir, hampir setiap tahun dilakukan pemusnahan amunisi afkir di kawasan Desa Sagara.
"Untuk satu tahun, selama saya tiga tahun di sini, itu selalu ada. Cuma, tentatif waktunya untuk pelaksanaan sesuai dengan permohonan izin atau pemberitahuan kepada Forkopimcam," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (14/5/2025).
Menurut dia, pihak TNI selalu memberikan informasi kepada warga sekitar terkait pelaksanaan pemusnahan amunisi. Hal itu telah menjadi standar operasional yang selalu dilakukan. Artinya, sebelum melaksanakan pemusnahan amunisi, TNI pasti melakukan sosialisasi kepada warga sekitar.
Faizal menambahkan, warga biasanya akan memaklumi kegiatan itu. Pasalnya, kegiatan pemusnahan itu sudah rutin dilakukan di kawasan tersebut sejak beberapa tahun ke belakang.
Selain itu, TNI juga selalu memberikan ganti rugi apabila terdapat bangunan yang rusak akibat terdampak pemusnahan amunisi. Menurut dia, biasanya bagian rumah yang terdampak adalah kaca jendela.
"Dari pihak TNI itu, misalnya kaca rumah, gitu ya, diganti kacanya," kata dia.
Faizal menilai, jarak lokasi peledakan dengan permukiman juga cukup jauh. Ia memperkirakan, jarak antara lokasi peledakan dan rumah warga itu berkisar 5 kilometer.
"Kalau dari Jalan Nasional itu sekitar 1-2 kiloan lah. Kalau menggunakan waktu mah, mungkin 10 menit dari jalan itu ke tempat kamp, tapi kalau ke tempat peledakannya, masuk lagi ke pesisir bibir pantai," ujar dia.