Kamis 08 May 2025 11:29 WIB

Al-Sharaa Akhirnya Akui Suriah Terlibat Negosiasi dengan Israel

Sharaa beralasan negosiasi dengan Israel untuk mencegah eskalasi ketegangan.

Presiden sementara Suriah Ahmed al-Sharaa.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED AL-RIFAI
Presiden sementara Suriah Ahmed al-Sharaa.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa mengatakan pada Rabu (7/5/2025) bahwa pemerintahannya terlibat dalam negosiasi dengan Israel melalui mediator untuk mencegah eskalasi ketegangan antara kedua pihak. Berbicara dalam konferensi pers di Paris bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron selama kunjungan pertamanya ke negara Eropa sejak menjabat, Sharaa mengatakan ada "pembicaraan tidak langsung dengan Israel melalui mediator untuk meredakan ketegangan sehingga situasi tidak mencapai titik di mana kedua belah pihak tidak dapat menahannya."

"Israel melakukan lebih dari 20 serangan udara di Suriah pekan lalu. Israel harus menghentikan tindakan sewenang-wenang dan campur tangannya dalam urusan Suriah," katanya.

Baca Juga

Hal tersebut menandai pertama kalinya presiden Suriah mengungkapkan pembicaraan tidak langsung dengan Israel. Ia menekankan, bahwa Damaskus telah menegaskan kembali kepada semua pihak tentang komitmennya terhadap Perjanjian Pelepasan 1974, yang menetapkan garis gencatan senjata antara Suriah dan Israel di Dataran Tinggi Golan.

Prancis "adalah teman bagi rakyat Suriah dan mendukung mereka selama bertahun-tahun revolusi," kata Sharaa.

Sharaa menambahkan bahwa ia berdiskusi dengan Presiden Macron mengenai cara-cara untuk mengangkat isu-isu yang menjadi kepentingan bersama, termasuk kontribusi Prancis terhadap rekonstruksi dan stabilitas Suriah, "yang mewakili stabilitas seluruh kawasan."

Sharaa juga mengatakan bahwa ia berdiskusi dengan presiden Prancis mengenai prospek kerja sama di bidang keamanan, ekonomi, keadilan, dan kontraterorisme. Ia juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Macron dan rakyat Prancis karena "menyambut pengungsi Suriah dalam beberapa tahun terakhir dan menerima saya hari ini."

Ia menekankan bahwa pemerintahannya "tidak akan membiarkan pertikaian sektarian atau pelanggaran kedaulatan Suriah oleh pihak asing," seraya menambahkan dengan tegas bahwa "masa depan Suriah tidak akan dibentuk di ruang tertutup atau diputuskan di ibu kota yang jauh."

Mengenai sanksi internasional terhadap Suriah, ia mengatakan bahwa sanksi tersebut "diberlakukan karena kejahatan yang dilakukan oleh rezim sebelumnya, dan tidak ada pembenaran untuk kelanjutannya setelah rezim tersebut dicabut." Sharaa juga mencatat bahwa ia membahas situasi perbatasan dengan Lebanon dengan Macron.

Menanggapi pertanyaan dari reporter, Sharaa mengatakan bahwa Suriah “telah menderita lebih banyak dari negara lain akibat terorisme di bawah rezim sebelumnya dan berdiri dalam solidaritas dengan para korban terorisme di mana pun. Kami tidak memiliki hubungan dengan tindakan kriminal apa pun di luar Suriah.”

Pemerintahan transisi baru yang dipimpin oleh Presiden Sharaa dibentuk di Suriah pada Januari menyusul jatuhnya rezim Bashar Al-Assad.

Bashar al-Assad, yang memerintah Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia pada Desember, mengakhiri cengkeraman Partai Baath selama puluhan tahun yang dimulai pada 1963.

 

sumber : Antara, Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement