REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Kantor Media Pemerintah Gaza mengatakan lebih dari 70.000 anak-anak dirawat di rumah sakit di daerah kantong tersebut karena kekurangan gizi yang parah. Sementara blokade Israel yang telah lebih dua bulan berjalan juga membuat ribuan bayi terancam meninggal karena kelaparan.
“Di bawah blokade sistematis ini, lebih dari 3.500 anak di bawah usia lima tahun terancam mati karena kelaparan, sementara sekitar 290.000 anak berada di ambang kematian,” kata pernyataan yang dipublikasikan di Telegram.
“Pada saat 1,1 juta anak setiap hari kekurangan kebutuhan nutrisi minimum untuk bertahan hidup, kejahatan ini dilakukan oleh pendudukan ‘Israel’ dengan menggunakan kelaparan sebagai senjata, di tengah sikap diam internasional yang memalukan,” tambahnya.
Almayadeen melaporkan, seorang bayi Palestina berusia empat bulan, Jinan al-Sakafi, meninggal pada Sabtu pagi karena kekurangan gizi parah di Rumah Sakit al-Rantisi di Kota Gaza. Pejabat medis di Rumah Sakit al-Rantisi mengonfirmasi bahwa Jinan meninggal akibat kekurangan gizi yang berkepanjangan dan tidak tersedianya susu formula bayi serta suplemen nutrisi, keduanya menjadi langka akibat pengepungan yang dilakukan oleh pendudukan Israel.
Ibu Jinan telah menghabiskan tiga bulan terakhir memohon kepada organisasi internasional untuk memfasilitasi pemindahan putrinya ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan darurat. Permohonan tersebut tidak dijawab, dan Jinan dinyatakan meninggal pada hari Sabtu.
Dokter di Rumah Sakit Anak Al-Rantisi melaporkan menerima banyak kasus setiap hari yang melibatkan anak-anak yang menderita dehidrasi akut dan kekurangan gizi. Rumah sakit menjelaskan bahwa krisis nutrisi di Gaza berasal dari kurangnya nutrisi penting yang diperlukan untuk pertumbuhan dan fungsi kekebalan tubuh.

Kekurangan ini menyebabkan keterlambatan perkembangan, melemahnya kekebalan tubuh, kerentanan yang lebih tinggi terhadap penyakit, dan dalam kasus yang parah, kematian.
Kantor Media Pemerintah sebelumnya mengumumkan 57 warga telah gugur sebagai syuhada akibat kekurangan gizi dan kelaparan parah di Jalur Gaza. Kematian ini disebabkan oleh penutupan semua perlintasan selama 62 hari berturut-turut. “Kami menyerukan kepada komunitas internasional untuk segera bertindak menghentikan bencana kemanusiaan ini,” bunyi pernyataan yang diterima Republika, Sabtu.
Sementara, ribuan anak-anak Palestina di Jalur Gaza juga menghadapi peningkatan ancaman kelaparan seiring dengan berlanjutnya blokade Israel terhadap makanan, air dan pasokan penting lainnya ke wilayah tersebut. Badan hak-hak anak PBB (UNICEF) mengatakan pada Jumat bahwa lebih dari 9.000 anak telah dirawat karena kekurangan gizi akut sejak awal tahun ini.
Situasi semakin memburuk sejak Israel memberlakukan blokade total terhadap wilayah kantong Palestina pada awal Maret. “Selama dua bulan, anak-anak di Jalur Gaza menghadapi pemboman tanpa henti dan kehilangan barang-barang penting, layanan dan perawatan untuk menyelamatkan nyawa,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell dalam pernyataan semalam.

“Dengan berlalunya hari-hari blokade bantuan, mereka menghadapi risiko kelaparan, penyakit, dan kematian yang semakin besar – tidak ada yang bisa membenarkan hal ini.” Israel telah memblokir semua bantuan kemanusiaan untuk menjangkau warga Palestina di Gaza sejak 2 Maret, sehingga memicu kecaman internasional.
Program Pangan Dunia PBB mengatakan pekan lalu bahwa persediaan makanannya telah “habis” di tengah pengepungan tersebut, dan memperingatkan bahwa dapur umum yang menjadi andalan ribuan warga Palestina akan terpaksa ditutup.
“Kami tidak bertanya apakah makanan itu bergizi atau tidak, segar atau enak; itu sebuah kemewahan, kami hanya ingin mengisi perut anak-anak kami,” seorang orangtua Palestina yang menjadi pengungsi baru-baru ini mengatakan kepada Amnesty International tentang krisis ini. “Saya tidak ingin anak saya mati kelaparan.”