Kamis 01 May 2025 07:09 WIB

Israel Bunuh 800 Anak Gaza Sejak Khianati Gencatan Senjata

Selama hampir 60 hari, tidak ada makanan dan bantuan masuk ke Gaza.

Mohammed Abed memegang jenazah adik perempuannya, Massa (4 tahun), yang syahid dalam serangan udara tentara Israel di Jalur Gaza, Ahad, 27 April 2025.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Mohammed Abed memegang jenazah adik perempuannya, Massa (4 tahun), yang syahid dalam serangan udara tentara Israel di Jalur Gaza, Ahad, 27 April 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Lebih dari 800 anak syahid akibat serangan Israel sejak negara itu secara sepihak membatalkan gencatan senjata pada 18 Maret. Sementara kelaparan akut kian menghantui warga Gaza menyusul blokade oleh Israel.

Salah satu korban terkini adalah Massa Abed (4 tahun). Anak perempuan itu membawa bola karet dan bonekanya untuk dimainkan bersama teman-temannya di jalan dekat rumah keluarganya pada Ahad. Itu adalah hari yang biasa di Zawaida, kota Gaza tengah tempat keluarga Abed kembali beberapa minggu lalu, dengan sebagian besar wilayah tersebut kembali tenang.

Namun sore itu, serangan Israel menghantam tenda di pinggir jalan, menewaskan Massa dan beberapa anak lainnya. Kakak laki-lakinya, 16 tahun, meraih tubuh kecil Massa dan dilarikan ke rumah sakit dengan kereta keledai. Ketika dia dinyatakan meninggal, dia meratap sambil memeluknya.

"Dia memegang bola di pangkuannya dengan boneka di tangannya. Apakah dia akan melawan mereka dengan bola atau bonekanya?" katanya. "Dia berumur 4 tahun. Apa yang bisa dia lakukan? Dia bahkan tidak bisa membawa batu," ujar ayah Massa, Samy Abed, kepada The Associated Press.

Majdi Abed, paman Massa, mengatakan dia masih sering merasa melihat Massa. “Saya sedang duduk di sini pada pukul 07.00 pagi, dan saya merasakan gadis itu datang ke arah saya,” katanya, menggambarkan bagaimana dia sering menangis ketika menyadari bahwa itu bukan Massa yang sebenarnya.

Keluarga masih mengharapkan dia untuk muncul di meja sarapan mereka. Tapi, kata ayahnya, “tempatnya kosong.”

photo
Anas El Din Hegazy memegang jenazah adiknya, Zain (4 tahun), yang syahid akibat serangan udara tentara Israel di sebuah tenda di Kota Gaza, Senin, 21 April 2025. - (AP Photo/Jehad Alshrafi,File)

Tentara Israel tidak menanggapi permintaan komentar mengenai serangan tersebut, dan masih belum jelas mengapa daerah tersebut – dekat kota Deir al-Balah – diserang atau siapa yang menjadi sasarannya. 

Sejak Israel melanjutkan serangan lebih dari sebulan lalu, setidaknya 809 anak telah terbunuh, kata Zaher al-Wahidi, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza. Secara keseluruhan, kata kementerian, lebih dari 52.000 warga Palestina telah terbunuh sejak dimulainya perang, pada Oktober 2023. 

Pejabat kementerian mengatakan bahwa lebih dari separuh korban tewas adalah perempuan dan anak-anak. Israel mengatakan mereka telah membunuh lebih dari 20.000 militan, tanpa memberikan rincian mengenai kematian tersebut. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan Israel telah menewaskan 2.308 orang dan 5.973 orang terluka sejak Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret. 

Pada 18 Maret, pemboman Israel yang mengejutkan menghancurkan gencatan senjata enam minggu yang dimediasi oleh AS, Qatar dan Mesir. Ratusan warga Palestina terbunuh kala itu. Upaya mediasi untuk memulihkan gencatan senjata telah tersendat, dan Israel bersumpah akan menimbulkan kehancuran yang lebih besar jika Hamas tidak membebaskan sisa sandera yang diculik dari Israel selatan pada 7 Oktober 2023.

photo
Warga Palestina menerima sumbangan makanan di pusat distribusi di Beit Lahia, Jalur Gaza utara, Selasa, 29 April 2025. - (AP Photo/Jehad Alshrafi)

Israel telah memberlakukan blokade di Gaza, tidak mengizinkan makanan, obat-obatan, atau bantuan masuk ke jalur tersebut. Program Pangan Dunia PBB mengatakan persediaan makanan yang digunakan untuk memberi makan lebih dari 600.000 orang setiap hari sudah kosong. Israel mengatakan tujuan blokade tersebut adalah untuk meningkatkan tekanan terhadap Hamas agar membebaskan sandera lainnya dan melucuti senjatanya.

Selama hampir 60 hari, tidak ada makanan, bahan bakar, obat-obatan atau barang lainnya yang memasuki Jalur Gaza, yang diblokir oleh Israel. Kelompok bantuan kehabisan makanan untuk didistribusikan. Pasar hampir kosong. Keluarga-keluarga Palestina harus berjuang untuk memberi makan anak-anak mereka.

Di kamp tenda yang luas di luar kota selatan Khan Younis, Mariam al-Najjar dan ibu mertuanya menuangkan empat kaleng kacang polong dan wortel ke dalam panci dan merebusnya di atas api kayu. Mereka menambahkan sedikit kaldu dan rempah-rempah. Itu, dengan sepiring nasi, menjadi satu-satunya santapan di hari Jumat bagi 11 anggota keluarga mereka, termasuk enam orang anak.

Di kalangan warga Palestina, “hari Jumat adalah hari suci,” yaitu hari untuk makan besar bersama keluarga yang terdiri dari daging, sayuran isi, atau hidangan tradisional kaya lainnya, kata al-Najjar.

“Sekarang kami makan kacang polong dan nasi,” katanya. "Kami tidak pernah makan kacang polong kalengan sebelum perang. Hanya di perang inilah yang telah menghancurkan hidup kami."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement