Rabu 30 Apr 2025 17:06 WIB

Bagai Gempa Bumi, Bom Israel Hujani Gaza

Warga Gaza sudah tiga bulan hidup tanpa ada pasokan bantuan.

Asap membubung ke langit di Jalur Gaza terlihat dari Israel selatan, Rabu 30 April 2025.
Foto: AP Photo/Ohad Zwigenberg
Asap membubung ke langit di Jalur Gaza terlihat dari Israel selatan, Rabu 30 April 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Serangan udara Israel kembali menerangi langit di seluruh Gaza di mana penduduk berebut mencari perlindungan semalam. Sementata ledakan besar mengguncang seluruh bangunan tempat tinggal di bagian tengah dan utara Jalur Gaza.

Di bagian tengah Gaza, kamp pengungsi Nuseirat khususnya berada di bawah pemboman besar-besaran Israel semalam dengan tiga serangan terpisah menghantam bangunan tempat tinggal sementara orang-orang masih berada di dalam.

Baca Juga

Aljazirah melaporkan, mereka yang selamat dari serangan tersebut menggambarkannya sebagai gempa bumi yang menghancurkan seluruh bangunan. Di satu gedung, delapan orang syahid dalam satu serangan. Pekerja darurat masih mencari lebih banyak lagi. 

Jumlah orang yang terbunuh diperkirakan akan meningkat karena masih banyak anggota keluarga yang mencari orang yang mereka cintai. Dalam dua serangan lainnya, enam orang syahid, semuanya berasal dari keluarga yang sama.

Di utara, lebih banyak apartemen yang hancur akibat serangan artileri berat dan udara. Tiga anggota keluarga tewas di kota Jabalia yang terus menerus dibom sejak pasukan Israel melanggar gencatan senjata. Seorang nelayan di Kota Gaza tewas saat ia menarik perahunya ke dalam air dini hari tadi. 

photo
Heba Shakura berduka atas putranya Islam Abu Mahdi yang syahid akibat serangan udara Israel, saat pemakamannya di RS Indonesia di Beit Lahia, Jalur Gaza utara, Senin, 28 April 2025. - (AP Photo/Jehad Alshrafi)

Sementara itu, rumah sakit kewalahan dengan banyaknya pasien dan korban cedera. Staf medis memperingatkan masih banyak lagi orang yang meninggal secara diam-diam dalam pernyataan darurat di fasilitas kesehatan yang tersisa karena kekurangan pasokan medis. Obat-obatan sederhana seperti obat penghilang rasa sakit tidak tersedia.

Terdengar suara pembongkaran sistematis rumah-rumah di lingkungan Shujaiya bagian timur Kota Gaza yang dulunya merupakan daerah yang ramai dan padat penduduk. Sekarang, itu telah berubah menjadi puing-puing yang luas.

Setidaknya 39 warga Palestina telah syahid dalam serangan Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir, menurut Kementerian Kesehatan di daerah kantong tersebut. Setidaknya 109 orang juga terluka dalam periode itu, tambah kementerian itu.

Jumlah korban jiwa di Gaza meningkat menjadi 52.400 orang tewas, dengan 118.014 orang terluka, sejak 7 Oktober 2023, tambahnya. Israel telah membunuh sedikitnya 2.308 warga Palestina dan melukai 5.973 orang sejak melanggar gencatan senjata pada 18 Maret, menurut kementerian.

photo
Warga Palestina menerima sumbangan makanan di pusat distribusi di Beit Lahia, Jalur Gaza utara, Selasa, 29 April 2025. - (AP Photo/Jehad Alshrafi)

Sejauh ini, warga Palestina berjuang untuk bertahan hidup di bawah blokade Israel mendekati bulan ketiga. Dengan blokade Israel terhadap makanan, obat-obatan dan pasokan lainnya yang kini memasuki hari ke-60, masyarakat di Gaza berjuang untuk bertahan hidup dan mengadopsi strategi penanggulangan yang kini sudah mencapai batasnya.

Menurut laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), pengungsian yang meluas telah memaksa banyak orang meninggalkan persediaan makanan dan persediaan darurat yang diperoleh selama gencatan senjata yang ditandatangani pada bulan Januari.

Roti dari toko roti yang didukung PBB tidak lagi tersedia, dan sebagian besar orang tidak dapat membuat roti sendiri karena kekurangan bahan bakar untuk memasak dan melonjaknya harga tepung terigu, kata laporan itu.

Banyak keluarga yang mencampurkan pasta yang dihancurkan dengan tepung untuk membuat roti, yang berarti makan lebih sedikit dan lebih jarang. Mereka juga memberikan roti kepada anak-anak atau hanya mengalokasikan satu potong roti untuk setiap anggota keluarga per hari, katanya.

Masyarakat harus bergantung pada pasokan bantuan karena para petani dan peternak dapat mengakses tanah mereka, karena 70 persen wilayah kantong tersebut telah ditetapkan sebagai daerah yang “tidak boleh dikunjungi” atau berada di bawah perintah pengungsian oleh militer Israel, tambah laporan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement