REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China memasuki babak baru pengelolaan energi. Tak lagi banyak bergantung kepada energi termal yang kebanyakan dihasilkan PLTU, kini Negeri Tirai Bambu lebih banyak memproduksi energi ramah lingkungan yang bersumber dari pengolahan panas matahari dan angin.
"Pada kuartal pertama tahun 2025, energi baru (tenaga surya dan angin) menghasilkan 74,33 juta kilowatt, sehingga total kapasitas jaringan menjadi 1.482 miliar kilowatt," kata Administrasi Energi Nasional China dalam sebuah pernyataan.
Ia menambahkan bahwa ini melampaui "produksi energi termal untuk pertama kalinya (yang mencapai 1.451 miliar kilowatt)," tanpa menyebutkan apa yang termasuk dalam kategori ini.
Menurut Agence France-Presse, China, penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, telah berjanji untuk mengurangi emisi karbon pada tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060.
Walaupun China dulunya memproduksi sebagian besar energinya dari batu bara, negara itu memproduksi energi matahari dan angin dua kali lebih banyak daripada gabungan seluruh dunia, menurut sebuah studi yang diterbitkan tahun lalu.
Pada hari Rabu, Presiden Tiongkok Xi Jinping menegaskan bahwa upaya Tiongkok untuk memerangi pemanasan global "tidak akan melambat... terlepas dari bagaimana situasi internasional berkembang," setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penarikan diri Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris.