REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pihak Dewan Pers dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menyepakati bahwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait permufakatan jahat, bukan pemberitaan. Ini disampaikan selepas kunjungan Dewan Pers ke Kejagung, Selasa (22/4/2025). Kasusnya sendiri terkait dengan perkara korupsi penambangan timah, impor gula, dan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, penjeratan Pasal 21 UU Tipikor terhadap Tian Bahtiar (TB), menyangkut soal perannya sebagai bagian dari tim yang melakukan permufakatan jahat dalam proses hukum penanganan perkara-perkara korupsi yang sedang diusut oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Ini terkait dengan peran TB, bersama tersangka lainnya, yakni Marcella Santoso (MS), dan Junaedi Saibih (JS) dalam proses hukum kasus-kasus tindak pidana korupsi yang tengah berjalan di pengadilan. Kata Harli menegaskan, perbuatan yang dilakukan tersangka TB tersebut bukan bagian dari kerja-kerja jurnalistik di televisi tempatnya bekerja melainkan dilakukan atas dasar pribadi dan individu.
“Kami terangkan bahwa, perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan tersangka TB itu adalah perbuatan personal yang tidak ada terkait dengan media. Itu tegas,” kata Harli di Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Harli menyampaikan hal tersebut, sebagai penjelasan resmi Kejagung atas kunjungan Dewan Pers ke Kejagung, pada Selasa (22/4/2025) terkait dengan penetapan TB sebagai salah-satu tersangka obstruction of justice dalam penanganan perkara korupsi penambangan timah, impor gula, dan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO). “Bahwa yang dipersoalkan penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung, bukan soal pemberitaan. Tetapi, yang dipersoalkan adalah tindak pidana permufakatan jahatnya antara pihak-pihak lainnya ini (tersangka MS, dan JS) sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi yang sedang berjalan,” ujar Harli.
TB, bersama-sama MS, dan JS diumumkan sebagai tersangka Pasal 21 UU Tipikor pada Senin (21/4/2025) malam. Ketiganya dinilai melakukan obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait dengan penanganan tiga perkara korupsi yang sedang diusut oleh Kejagung. Yakni dalam perkara korupsi penambangan bijih timah di lokasi IUP PT Timah Tbk yang merugikan negara setotal Rp 300 triliun. Juga dalam perkara korupsi kuota importasi gula yang merugikan negara sekitar Rp 500 miliar. Serta terkait penanganan perkara ekspor CPO atas tiga terdakwa korporasi Musim Mas Group, Wilmar Group, dan Permata Hijau Group.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, pun menyampaikan otoritasnya bertandang ke Kejagung untuk memastikan masalah hukum apa yang menyeret TB menjadi tersangka. Kata Ninik pada intinya, Dewan Pers tak punya otoritas untuk turut campur dalam proses hukum atas dugaan tindak pidana yang membawa TB saat ini ke sel tahanan. “Dewan Pers tentu meminta sebagai lembaga penegak hukum, terkait penanganan perkara kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung. Dewan Pers tentu tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum,” ujar Ninik, Selasa (22/4/2025).
Akan tetapi Dewan Pers sebagai otoritas media pemberitaan, memiliki kewenangan untuk mengkaji apakah pemberitaan-pemberitaan tersebut masuk dalam kategori jurnalistik atau bukan. “Dan untuk itu maka saya selaku Ketua Dewan Pers, dan juga Kejaksaan Agung sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan, dan masing-masing menjalankan tugasnya sebagaimana yang dimandatkan oleh undang-undang kepada kami,” kata Ninik. Kata dia, selain akan mengkaji produk-produk pers mana yang menyeret TB menjadi tersangka, Dewan Pers juga akan melakukan pengkajian dari aspek perilaku.
Sebab kata Ninik, Dewan Pers juga memiliki kewenangan untuk memeriksa perilaku pewarta atas dugaan pelanggaran kode etik kewartawanan. Termasuk kata Ninik untuk memeriksa dan melakukan klarifikasi terhadap JakTV, perusahaan pers tempat TB sempat bekerja. “Jadi kami akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini digunakan menurut kejaksaan tadi digunakan untuk melakukan permufakatan jahat. Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai, apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik, atau bukan. Kami akan memastikan terlebih dahulu. Bisa jadi dalam konteks tersebut kami akan memanggil para pihak,” kata Ninik.