REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Boeing dilaporkan siap memproduksi jet tempur F-15EX di Indonesia demi mendapatkan kontrak pembelian dari pemerintahan Prabowo Subianto. Komitmen itu disampaikan oleh Presiden Boeing untuk Asia Tenggara Penny Burtt dalam taklimat media di Jakarta pada Selasa (15/4/2025).
Tawaran itu seperti dilaporkan oleh situs Bulgarian Military, Ahad (20/4/2025), bukan skadar taktik bisnis, tapi juga merefleksikan transformasi lebih luas dari industri pertahanan global, di mana negara-negara menuntut adanya transfer teknologi dan produksi dalam negeri sebagai syarat dari kontrak pembelian miliaran dolar AS. Saat Indonesia tengah bersiap memodernisasi angkatan udaranya, proposal Boeing memicu pertanyaan kritis tentang masa depan kerja sama pertahanan, geopolitik kawasan, dan risiko dari berbagi teknologi canggih.
F-15EX yang dijuluki Eagle II, adalah edisi terbaru dari seri F-15, pesawat bermesin ganda, jet tempur taktis untuk segala cuaca yang sejak peluncurannya pada 1970an menjadi tonggak sejarah superoritas AS di medan pertempuran idara. Didesain untuk menggantikan model F-15C/D, F-15EX menyediakan fitur-fitur canggih terbaru yang membuatnya menjadi salah satu jet tempur generasi 4.5 tercanggih di dunia.
Sistem fly-by-wire digital F-15EX meningkatkan kemampuan manuver, sementara sistem elektronik peperangan terbarunya menyediakan pertahanan andal guna melawan ancaman modern. Dengan kecepatan maksimal hingga 2.5 Mach, jarak jelajah tempur mencapai 1.200 mil laut, dan kemampuang untuk membawa sekitar 15 ribu kilogram bom, F-15EX adalah jet tempur serba bisa baik untuk misi perang udara-di-udara dan udara-di-darat.
Kapasitas tangki bahan bakar yang bisa disesuaikan dengan jarak jelajah, dan kompatibilitasnya dengan senjata hipersonik menempatkan F-15EX sebagai jembatan menuju jet tempur generasi kelima. Namun, tidak seperti jet siluman generasi kelima seperti F-35, F-15EX memprioritaskan kekuatan yang mentah, kapasitas muatan bom, dan efektivitas biaya, membuatnya menjadi opsi menarik bagi negara-negara yang mencari keseimbangan antara kapabilitas dan keterjangkauan harga.
Ketertarikan Indonesia terhadap F-15EX, yang nantinya dinamai F-15IDN jika kesepakatan terjadi, didasari atas kebutuhan mendesak untuk memodernasasi angkatan udaranya. Komposisi kekuatan angkatan udara Indonesia yang saat ini terdiri dari Shukoi Su-27 dan Su-30, Hawk 209s, dan F-5 Tigers, tak lagi setara dengan kebutuhan mengamankan negara kepulauan yang terdiri dari lebih 17 ribu pulau.
Pada Agustus 2023, Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan Boeing terkait peluang pembelian sebanyak 24 F-15EX, sebuah kesepakatan yang diperkirakan bernilai hingga 13,9 miliar dolar AS, merujuk Badan Kerja Sama Keamanan dan Pertahanan AS. Nota kesepahaman itu ditandatangani saat Presiden Prabowo Subianto masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan mengunjungi markas Boeing di St. Louis.
Janji Boeing yang akan melokalisasi 85 persen produksi F-15EX adalah respons strategis atas kebijakan pengadaan barang dan jasa di Indonesia, yang memprioritaskan keterlibatan industri lokal di bawah skema IDKLO. Komitmen itu melibatkan integrasi perusahaan Indonesia seperti PT Dirgantara Indonesia meliputi ketersediaan rantai pasok produksi jet, penyediaan pelatihan, perawatan, dan dukungan operasional.
"Jika Indonesia memilih (untuk membeli) F-15EX, Boeing akan menyanggupi 85 persen konten lokal dan meyeimbangkan komitmen, sejalan dengan prioritas indusri dan pertahanan nasional," kata Burtt.
According to new reports, Boeing promised that if Indonesia decides to buy the F-15EX fighters,the company will produce 85% of the aircraft locally.This commitment was made by Boeing South East Asia President Penny Burtt.the F-15EX purchased will have code name F-15IDN pic.twitter.com/MVIkFEfRLM
— Valhalla (@ELMObrokenWings) April 19, 2025