Senin 07 Apr 2025 19:10 WIB

Pendatang ke Jakarta Pascalebaran Tahun Ini Diprediksi Turun, Pemprov Ungkap Penyebabnya

Jakarta sudah lama menjadi magnet bagi para pendatang untuk mengadu nasib.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Para pemudik tiba menggunakan bus-bus AKAP di Terminal Kalideres, Jakarta, Ahad (6/4/2025). Pada arus balik Labaran 1446 H, jumlah pemudik yang tiba di Jakarta diprediksi mencapai 6.000 penumpang hingga Ahad (6/4) malam. Sementara pemudik yang tiba pada Sabtu (5/4) dini hari mencapai 4.235 penumpang dari 224 kendaraan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Para pemudik tiba menggunakan bus-bus AKAP di Terminal Kalideres, Jakarta, Ahad (6/4/2025). Pada arus balik Labaran 1446 H, jumlah pemudik yang tiba di Jakarta diprediksi mencapai 6.000 penumpang hingga Ahad (6/4) malam. Sementara pemudik yang tiba pada Sabtu (5/4) dini hari mencapai 4.235 penumpang dari 224 kendaraan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah pendatang yang akan memasuki Jakarta pada momen arus balik Lebaran 2025/1446 H diprediksi mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan prediksi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Provinsi Jakarta, akan ada 10 ribu hingga 15 ribu pendatang yang akan masuk ke Jakarta pascalebaran tahun ini.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) Provinsi Jakarta Hari Nugroho mengatakan, Jakarta sudah lama menjadi magnet bagi para pendatang untuk mengadu nasib. Namun, berdasarkan data Disdukcapil dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pendatang baru pascalebaran mengalami penurunan.

Baca Juga

"Pada 2023 jumlah pendatang mencapai 25.931 orang, 2024 mencapai 16.207 orang, dan 2025 diperkirakan sekitar 10 ribu hingga 15 ribu orang," kata dia saat dihubungi wartawan, Senin (7/4/2025).

Menurut dia, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan jumlah pendatang di Jakarta makin turun setiap tahunnya. Salah satu faktor utamanya adalah karena tingginya biaya hidup.

Menurut Hari, banyak pendatang merasa biaya hidup di Jakarta cukup mahal dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hal itu disebut menjadi pertimbangan yang memberatkan bagi masyarakat dari luar daerah yang ingin bekerja di Jakarta.

Tak hanya itu, saat ini juga masyarakat dapat bekerja dari mana saja atau work from anywhere (WFA) karena perkembangan digitalisasi. Dengan demikian, pekerja tidak wajib harus berada di kota lokasi perusahaan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement