Senin 07 Apr 2025 06:28 WIB

Anggota Pengamanan Kapolri Pelaku Pemukulan Jurnalis Minta Maaf

Peristiwa itu terjadi ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit memantau arus balik.

Rep: Kamran Dikrama/ Red: Andri Saubani
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan pers di Gerbang Tol Kalikangkung Semarang soal perkembangan arus mudik di Tol Trans Jawa, Jumat (28/3/2025).
Foto: REPUBLIKA/Kamran Dikarma
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan pers di Gerbang Tol Kalikangkung Semarang soal perkembangan arus mudik di Tol Trans Jawa, Jumat (28/3/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anggota Tim Pengamanan Protokoler Kapolri Ipda Endry Purwa menyampaikan permohonan maaf atas aksi kekerasan dan pengancaman yang dilakukannya kepada awak media, terutama pewarta foto Lembaga Kantor Berita Negara (LKBN) Antara, Makna Zaesar. Peristiwa itu terjadi ketika Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit menantau arus balik Lebaran di Stasiun Semarang Tawang, Jawa Tengah (Jateng), Sabtu (5/4/2025) lalu. 

Pada Ahad (6/4/2025) malam, Ipda Endry menyambangi Kantor LKBN Antara Biro Jateng yang berlokasi di Jalan Veteran, Semarang. Dia datang untuk menemui Makna. Ipda Endry turut didampingi Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto. Direktur Pemberitaan Antara Irfan Junaidi juga hadir dalam pertemuan tersebut.

 

"Kami dari Tim Pengamanan Protokoler mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian di Stasiun Tawang. Semoga ke depannya atas kejadian ini kita menjadi lebih humanis, profesional, dan lebih dewasa," kata Ipda Endry saat memberikan keterangan kepada awak media sesuai pertemuan. 

 

"Kami sekali lagi mengucapkan penyesalan yang sebesar-besarnya dan kami memhon maaf kepada rekan-rekan media," tambah Ipda Endry. 

 

Makna Zaesar selaku pewarta foto Antara yang menjadi korban kekerasan Ipda Endry turut hadir dalam konferensi pers. Dia mengatakan telah memaafkan perlakuan Ipda Endry kepadanya.

 

"Saya pribadi sudah memaafkan, secara manusiawi saya sudah memaafkan. Cuma nanti ada tindak lanjut dari Polri sendiri untuk Mas Endry," ujar Makna. 

 

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengakui aksi kekerasan yang dilakukan Ipda Endry kepada Makna adalah tindakan tak perlu. "Waktu itu situasinya sangat ramai, crowded, dan SOP yang dilakukan oleh Tim Pengamanan Protokoler (Kapolri) ini semestinya, Mas Endry ini tidak perlu secara emosional dan secara fisik dan verbal yang dilakukan terhadap Mas Makna," ucapnya. 

 

Artanto pun mengonfirmasi pernyataan Makna bahwa Polri akan tetap menyelidiki aksi kekerasan dan pengancaman oleh Ipda Endry kepada awak media ketika tengah meliput kunjungan Kapolri ke Stasiun Semarang Tawang pada Sabtu pekan lalu. "Kita dari kepolisian akan menyelidiki insiden ini. Apabila ditemukan pelanggaran, kami tidak segan memberikan sanksi secara tegas sesuai aturan yang berlaku," kata Artanto. 

 

AJI dan PFI Kecam

 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) telah mengecam aksi kekerasan yang dilakukan Ipda Endry. AJI dan PFI mengungkapkan, penyerangan fisik dan pengancaman verbal oleh Ipda Endry bermula ketika para jurnalis tengah meliput Kapolri yang sedang menyapa penumpang di area Stasiun Semarang Tawang. 

 

"Kala itu sejumlah jurnalis dan humas berbagai lembaga mengambil gambar dari jarak yang wajar. Namun, salah satu ajudan tersebut kemudian meminta para jurnalis dan humas mundur dengan cara mendorong dengan cukup kasar," ungkap AJI dan PFI Semarang dalam keterangannya, Ahad (6/4/2025). 

 

Setelah itu, seorang pewarta foto Antara, Makna Zaesar, menyingkir dari lokasi tersebut menuju sekitar peron. "Sesampainya di situ, ajudan tersebut menghampiri Makna kemudian melakukan kekerasan dengan cara memukul kepala Makna," kata AJI dan PFI Semarang. 

 

"Usai pemukulan itu, ajudan tersebut terdengar mengeluarkan ancaman kepada beberapa jurnalis dengan mengatakan, 'kalian pers, saya tempeleng satu-satu'," tambah AJI dan PFI Semarang dalam pernyataannya. 

 

Menurut AJI dan PFI Semarang, sejumlah jurnalis lain juga mengaku mengalami dorongan dan intimidasi fisik. Salah satunya bahkan sempat dicekik. "Tindakan tersebut menimbulkan trauma, rasa sakit hati, dan perasaan direndahkan bagi korban, serta keresahan di kalangan jurnalis lainnya yang merasa ruang kerja mereka tidak aman," kata AJI dan PFI. 

 

AJI dan PFI menyatakan, aksi kekerasan yang diduga dilakukan ajudan Kapolri telah melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mereka menegaskan, kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman terhadap kebebasan pers dan demokrasi.

 

AJI dan PFI Semarang menyatakan sikap:

 

1.⁠ ⁠Mengecam keras tindakan kekerasan oleh ajudan Kapolri kepada jurnalis dan segala bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik.

 

2.⁠ ⁠Menuntut permintaan maaf terbuka dari pelaku kekerasan terhadap jurnalis.

 

3.⁠ ⁠Polri harus memberikan sanksi kepada anggota pelaku kekerasan terhadap jurnalis tersebut.

 

4.⁠ ⁠Polri harus mau belajar agar tak mengulangi kesalahan serupa.

 

5.⁠ ⁠Menyerukan kepada seluruh media, organisasi jurnalis, dan masyarakat sipil untuk turut mengawal kasus ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement