REPUBLIKA.CO.ID, MANDALAY -- Gempa berkekuatan 7,7 skala Richter menewaskan sedikitnya 144 orang di Myanmar. Pemerintah bayangan yang dinamakan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) mengatakan negara itu membutuhkan bantuan internasional.
"Ini sangat serius, kami membutuhkan bantuan kemanusiaan dan teknis dari masyarakat internasional," kata Menteri Luar Negeri NGU Zin Mar Aung, Jumat (28/3/2025).
Ia menambahkan komunikasi menjadi tantangan utama. Termasuk jaringan internet di daerah paling terdampak gempa yang masih dibatasi junta.
NUG dibentuk Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw, sekelompok anggota parlemen terpilih dan anggota parlemen yang digulingkan dalam kudeta Myanmar 2021.
Militer yang berkuasa di Myanmar tidak menyebutkan jumlah korban tewas dan luka-luka. Namun laporan terakhir sedikitnya 144 orang dilaporkan tewas dan kemungkinan lebih banyak korban di wilayah Mandalay yang dilanda gempa.
Mandalay merupakan ibu kota kerajaan kuno Myanmar dan berada di pusat jantung agama Buddha di negara tersebut. Seorang warga Mandalay mengatakan kerusakan terjadi di seluruh kota, dan satu pemukiman, Sein Pan dilanda kebakaran terbakar.
Warga yang tidak bersedia disebutkan namanya itu menambahkan gempa juga merusak jalanan, memutus saluran telepon dan jaringan listrik.
Media lokal Myanmar Now mengunggah gambar yang memperlihatkan menara jam runtuh, dan sebagian tembok di dekat Istana Mandalay hancur.
Seorang saksi mata, Htet Naing Oo, mengatakan sebuah kedai teh runtuh dan beberapa orang terperangkap di dalamnya."Kami tidak bisa masuk, situasinya sangat buruk," katanya.
Dua saksi mata mengatakan setidaknya tiga orang tewas di sebuah masjid di Taungoo yang rusak sebagian. "Kami sedang shalat ketika guncang mulai terjadi, tiga orang tewas ditempat," kata mereka.
Media setempat melaporkan sebuah hotel di Aung Ban di Negara Bagian Shan ambruk. Democratic Voice of Burma melaporkan dua orang tewas dan 20 orang terjebak.
View this post on Instagram