REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN), Wihaji menerima kunjungan kerja Gubernur NTT beserta jajaran di Kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta Timur pada Rabu, (19/03/2025).
Kunjungan kerja tersebut dilakukan untuk membahas terkait program Kemendukbangga/BKKBN yang dapat disinergikan dengan Pemerintah Provinsi NTT. Terutama di bidang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Menteri Wihaji menyampaikan, “Sebagai informasi saja bahwa bonus demografi di Indonesia itu ada 70,72 persen Artinya orang Indonesia yang produktif hari ini umur 14,65 tahun itu lumayan banyak Kalau ada 10 orang berarti ada enam atau tujuh yang produktif, untuk apa? Sebenarnya yang tujuh atau enam orang yang produktif ini diharapkan bisa mendapatkan available job atau dapat pekerjaan”.
Ini PR, menurut Wihaji, karena pertanyaannya adalah apakah karena produktif itu dapat pekerjaan atau justru belum ada pekerjaan. Ia melihat tantangan di NTT juga termasuk situasi ini. Bahwa mungkin dari 70 persen itu bisa juga, hanya 30 persen yang mendapat pekerjaan.
"Yang 40% belum mendapatkan pekerjaan”, ucap Menteri Wihaji. Data di NTT saat ini, ia lanjutkan memaparkan, ada 769 keluarga, terdiri dari 331 ribu Keluarga Risiko Stunting (KRS) yang sangat membutuhkan campur tangan pemerintah, sekitar 81.984 yang KRS desil 1 yang istilahnya dulu namanya prasejahtera, miskin ekstrim.
Kemudian, ada 81 ribu, yang membutuhkan jamban, diantaranya ada keluarga yang tidak memiliki jamban sebanyak 157 ribu keluarga. Ditambah lagi keluarga yang tidak memiliki air minum utama yang layak ada 103 ribu.