Rabu 19 Mar 2025 15:26 WIB

Pengamat Hukum Soroti ‘Denda Damai’ Kejahatan Ekonomi di RUU Kejaksaan

n

Kegiatan diskusi publik: Memperkuat Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan,  yang diselenggarakan Pandheka Fakultas Hukum UGM dan Koalisi Masyarakat Sipil, di auditorium Fakultas Hukum UGM, Selasa (18/3/2025).
Foto: istimewa/doc humas
Kegiatan diskusi publik: Memperkuat Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan, yang diselenggarakan Pandheka Fakultas Hukum UGM dan Koalisi Masyarakat Sipil, di auditorium Fakultas Hukum UGM, Selasa (18/3/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Wiyanti Eddyono, mempertanyakan adanya ketentuan adanya  ‘denda damai’ untuk kejahatan ekonomi, yang ada dalam revisi UU Kejaksaan. 

“Jadi, jaksa bisa menghentikan kasus kejahatan ekonomi dengan denda damai dan mekanismenya di Jaksa Agung,” kata Sru Wiyanti, dalam siaran pers, Rabu (19/3/2025).

Pernyataan ini disampaikan Sri Wiyanti dalam diskusi yang diselenggarakan Pandheka Fakultas Hukum UGM dan Koalisi Masyarakat Sipil . Kegiatan yang diikuti sekitar 500 mahasiswa dan undangan ini, diselenggarakan di Auditorium Fakultas Hukum UGM, Selasa (18/3/2025).

Menurut Sri Wiyanti, sebetulnya hal seperti itu tidak usah dieksplisitkan, karena sudah ada UU lain, seperti UU yang terkait keuangan. “Karena implikasinya akan sangat besar bila diatur kembali di RUU Kejaksaan, termasuk untuk kasus-kasus korupsi, yang rentan penyelesaian di luar hukum,” ungkapnya.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah  kewenangan memberikan pertimbangan teknis kepada Mahkamah Agung (MA). Dikatakannya, hal ini membingungkan, karena sebelum ada UU kejaksaan, dulu ada istilah Mahkejapol, yaitu mekanisme MA, Kepolisian, dan Kejaksaan.

“Melakukan koordinasi dan kemudian justru menjadi wadah mafia peradilan yang sangat kuat. Nah, dengan adanya klausul “pertimbangan teknis ke MA” di RUU Kejaksaan ini justru agak membingungkan dan potensi risiko mengulang kasus serupa dengan Mahkejapol, terutama antara Kejaksaan dan MA,” ungkapnya.

Menurut Sri Wiyanti, kewenangan kejaksaan sudah sangat luas dalam revisi sebelumnya. Ada kewenangan jaksa yang juga rentan, misalnya mediasi penal, yang digadang-gadang oleh Kejaksaan saat ini, sehingga bisa menggugurkan penuntutan karena sudah melalui proses penyelesaian alternatif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement