Selasa 18 Mar 2025 19:16 WIB

Begini Peran AS Dukung Serangan Terbaru Israel di Gaza

AS menyediakan dukungan kebijakan dan senjata serta amunisi untuk Israel.

Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Washington, Selasa, 4 Februari 2025.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Washington, Selasa, 4 Februari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Serangan brutal yang kembali dilanjutkan Israel ke Jalur Gaza tak mungkin terjadi tanpa peran Amerika Serikat. Bantuan senjata, restu Gedung Putih, hingga serangan AS ke Yaman mendampingi serangan dini hari yang telah menewaskan lebih dari 400 orang, kebanyakan anak-anak dan perempuan itu.

Kelompok Hamas mengatakan AS ‘memikul tanggung jawab penuh’ atas kelanjutan ‘pembantaian’ di Gaza yang dimulai Israel pada Selasa. AS yang diberitahu soal rencana penyerangan yang melanggar gencatan senjata itu diketahui melayangkan dukungan penuh.

Baca Juga

Hamas menyatakan, bahwa AS diberitahu adalah penegasan soal “kemitraan langsung mereka dalam perang pemusnahan terhadap rakyat kami”. Pengakuan Gedung Putih bahwa mereka telah berkonsultasi sebelum serangan itu “mengungkapkan keterlibatan dan bias Amerika yang terang-terangan terhadap pendudukan”, kata Hamas.

“Dengan dukungan politik dan militernya yang tidak terbatas terhadap pendudukan, Washington memikul tanggung jawab penuh atas pembantaian dan pembunuhan perempuan dan anak-anak di Gaza,” tambah pernyataan Gaza.

Sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan “pemerintahan Trump dan Gedung Putih telah berkonsultasi dengan Israel mengenai serangan mereka di Gaza malam ini.”

“Seperti yang telah dijelaskan oleh Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran – semua pihak yang berusaha meneror tidak hanya Israel, tetapi juga Amerika Serikat – akan menghadapi konsekuensi yang harus dibayar: Semua akan rugi,” lanjut Leavitt, berbicara kepada Fox News pada Senin malam.

Serangan Israel juga dilakukan berselang hari dengan aksi Amerika membombardir Yaman. Aksi militer AS tersebut sehubungan ancaman kelompok Houthi untuk memblokade kapal-kapal menuju Israel di Laut Merah sebagai balasan atas blokade Israel ke Gaza.

Seturut korban jiwa akibat serangan AS ke Gaza menumpuk, Gedung Putih belum melayangkan komentar terbaru. Bagaimanapun, Gedung Putih agaknya berpendapat bahwa ini adalah kesalahan Hamas. 

Hal ini merupakan pesan yang konsisten ketika Steve Witkoff, utusan AS untuk Timur Tengah, meninggalkan Doha, tempat ia mencoba untuk menegosiasikan perjanjian gencatan senjata. Ia mengatakan bahwa Hamas-lah yang gagal membuat segala sesuatunya berjalan baik.

Kenyataannya, adalah Israel yang berulang kali melanggar gencatan senjata. Setelah berakhirnya fase pertama gencatan senjata, Israel enggan maju ke fase kedua yang mensyaratkan mundurnya pasukan mereka dari Gaza.

photo
Anak-anak pengungsi Palestina antri untuk menerima porsi makanan dari dapur amal sebelum berbuka puasa, di Beit Lahia, Jalur Gaza utara, 10 Maret 2025. - (EPA-EFE/HAITHAM IMAD)

Alih-alih, Israel dengan keji memblokir bantuan ke Gaza serta memutus aliran listrik untuk menekan Hamas agar melepaskan seluruh sandera. Ketika Hamas menyatakan siap menjalankan hal itu dengan imbalan pelaksanan penuh fase kedua gencatan senjata, Israel terus berkilah.

Pemerintah Israel telah mengancam akan melancarkan serangan selama berminggu-minggu. Para pejabat Israel mengatakan menargetkan kepemimpinan Hamas, yang muncul kembali dalam beberapa pekan terakhir untuk kembali menguasai Gaza, akan menyebabkan pembebasan lebih banyak sandera. Banyak keluarga sandera di Israel membantah hal ini.

Praktisnya, Israel kini memiliki kemampuan yang tidak dimilikinya enam minggu lalu. Stok amunisi telah terisi kembali – sebagian karena pengiriman dari AS – dan target potensial baru di antara para pemimpin Hamas telah diidentifikasi. Pesawat dan peralatan lainnya telah diperbaiki. Pasukan telah diistirahatkan.

Akhir Februari lalu, pemerintahan Trump telah menyetujui penjualan senjata besar-besaran senilai hampir 3 miliar dolar AS ke Israel, melewati tinjauan kongres yang normal untuk memberikan negara itu lebih banyak bom seberat 1 ton yang telah digunakan dalam agresi di Gaza. Dalam serangkaian pemberitahuan yang dikirim ke Kongres , Departemen Luar Negeri mengatakan pihaknya telah menandatangani penjualan lebih dari 35.500 bom MK 84 dan BLU-117 serta 4.000 hulu ledak Predator senilai 2,04 miliar dolar AS.

photo
Bagaimana AS TErlibat Genosida di Gaza? - (Republika)

The Guardian melansir, kritik terhadap Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel, menyarankan alasan lain untuk serangan baru ini – atau setidaknya waktunya. Salah satunya adalah Netanyahu tidak pernah berniat melanjutkan gencatan senjata tahap kedua, yang berarti pasukan Israel menarik diri dari Gaza, sehingga menjadikan Hamas sebagai penguasa de facto. Organisasi perlawanan Palestina tersebut telah menegaskan kembali kendalinya dalam beberapa pekan terakhir, kata para pejabat kemanusiaan di sana, dengan para pejabat sipil kembali ke jabatan sebelumnya dan sayap militer yang terpukul mendapatkan ribuan anggota baru.

Alasan kedua adalah Israel mendapat dukungan penuh dari pemerintahan Trump untuk melancarkan serangan baru terhadap Hamas. Dalam unggahannya di media sosial awal Maret, Trump mengatakan akan ada "neraka yang harus dibayar" jika para sandera tidak dibebaskan, namun tidak merinci jenis dukungan yang ia kirimkan kepada Israel. “Bebaskan semua sandera sekarang, jangan nanti, dan segera kembalikan seluruh mayat orang yang kamu bunuh, atau kamu BERAKHIR,” tambahnya.

“Bagi para pemimpin, sekarang adalah waktu untuk meninggalkan Gaza, selagi Anda masih memiliki kesempatan.” Ia juga tampak mengeluarkan ancaman yang lebih luas. "Juga, kepada Rakyat Gaza: Masa Depan yang indah menanti, namun tidak jika Anda menyandera. Jika Anda melakukannya, Anda MATI!"

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement