REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Militer Israel menyerang sejumlah sasaran di Gaza pada Selasa pagi, mengakhiri kebuntuan selama berminggu-minggu mengenai perpanjangan gencatan senjata yang menghentikan pertempuran pada Januari. Pejabat kementerian kesehatan Palestina melaporkan sedikitnya 200 orang syahid.
Serangan dilaporkan terjadi di beberapa lokasi, termasuk Gaza utara, Kota Gaza dan Deir al-Balah, Khan Younis dan Rafah di Jalur Gaza tengah dan selatan. Pejabat Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan banyak dari korban jiwa adalah anak-anak. Di Kota Gaza, Quds News Network melansir video yang menunjukkan jenazah sejumlah anak-anak dan balita yang syahid akibat serangan Israel.
Sumber-sumber medis mengatakan kepada Aljazirah bahwa lebih dari 200 orang kini telah syahid dalam serangan Israel di Gaza. Jumlah ini termasuk 77 orang syuhada di Khan Younis di Jalur Gaza selatan dan sedikitnya 20 orang syuhada di Kota Gaza di utara Jalur Gaza.
Pihak militer Israel, yang mengaku telah mencapai puluhan sasaran, mengatakan bahwa serangan tersebut akan terus berlanjut selama diperlukan dan akan melampaui serangan udara.
Serangan-serangan itu skalanya jauh lebih luas dibandingkan serangkaian serangan pesawat tak berawak yang biasa dilakukan militer Israel terhadap individu atau kelompok kecil menyusul kegagalan upaya selama berminggu-minggu untuk menyetujui perpanjangan gencatan senjata yang disepakati pada 19 Januari.
Hamas mengatakan Israel telah membatalkan perjanjian gencatan senjata, sehingga nasib 59 sandera yang masih ditahan di Gaza tidak jelas. Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuduh Hamas "berulang kali menolak melepaskan sandera kami" dan menolak usulan utusan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff.
Watch | Entire families, including women and children, massacred by Israel's mass bombardment of Khan Yunis residential areas and displaced civilians' tents. pic.twitter.com/kvjJsJj9Pi
— Quds News Network (QudsNen) March 18, 2025
“Israel, mulai sekarang, akan bertindak melawan Hamas dengan meningkatkan kekuatan militer,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Di Washington, juru bicara Gedung Putih mengatakan Israel telah berkonsultasi dengan pemerintah AS di bawah Presiden AS Donald Trump sebelum kembali melakukan serangan ke Gaza. “Seperti yang telah dijelaskan oleh Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran – semua pihak yang berusaha meneror tidak hanya Israel tetapi juga AS – akan menghadapi konsekuensi yang harus dibayar, dan kekacauan akan terjadi,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt kepada Fox News.
“Houthi, Hizbullah, Hamas, Iran, dan proksi teror yang didukung Iran harus menanggapi Presiden Trump dengan sangat serius ketika dia mengatakan dia tidak takut untuk membela orang-orang yang taat hukum dan membela AS serta teman dan sekutu kita, Israel.”
Tim perundingan dari Israel dan Hamas berada di Doha ketika mediator dari Mesir dan Qatar berusaha menjembatani kesenjangan antara kedua belah pihak menyusul berakhirnya fase awal gencatan senjata, yang mengakibatkan 33 sandera Israel dan lima warga Thailand dipulangkan oleh kelompok militan di Gaza dengan imbalan sekitar 2.000 tahanan Palestina.
Terkait serangan terbaru, Hamas mengatakan mereka menganggap Netanyahu Israel dan “pendudukan Nazi-Zionis” bertanggung jawab atas serangan berbahaya terhadap warga sipil Gaza yang terkepung dan tidak berdaya. “Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya mengambil keputusan untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata, sehingga para tahanan di Gaza mengalami nasib yang tidak diketahui,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan yang diposting di media sosial.
